Halaman

Senin, 25 Juli 2011

Problematika pengangguran dan solusinya



Akhir-akhir ini di hampir semua media dihiasi dengan berbagai berita yang membuat kita merasa meringgis, berbagai kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat public baik eksekutif maupun legislative serta adanya konflik internal di salah satu partai politik yang menyeruak ke publik, kerusuhan atar warga masyarakat maupun antar kelompok, perselisihan faham dari entitas nilai-nilai ajaran suatu agama, tindakan-tindakan kriminalitas baik perampokan maupun pembunuhan serta berbagai persoalan lainnya yang seyogyanya hal itu tidak terjadi dinegeri yang memiliki nilai-nilai moralitas dan pranata social yang menjunjung etika peradaban yang tinggi. Problematika social itu menunjukan rendahnya integritas kebangsaan, lemahnya entitas moral yang beriringan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Fenomena pengangguran dan kemiskinan telah mendorong munculnya berbagai persoalan social, hal ini sejalan dengan terjadinya kesenjangan social yang tinggi menimbulkan tingkat disparitas ekonomi yang tinggi diantara strata social yang ada. Jika dilihat dari data Badan Pusat Statisitik (BPS) mencatat jumlah angkatan kerja pada Februari 2011 mencapai 119,4 juta orang atau bertambah sekitar 2,9 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2010 sebesar 116,5 juta orang. "Jumlah tersebut juga bertambah 3,4 juta orang dibandingkan Februari 2010 sebesar 116 juta orang," penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 111,3 juta orang atau bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding pada Agustus 2010 sebesar 108,2 juta orang. "Jumlah tersebut bertambah 3,9 juta orang dibanding keadaan Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang," .Jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,12 juta orang atau menurun 470.000 orang dibandingkan Februari 2010 yang sebanyak 8,59 juta orang. "Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2011 mencapai 6,8 persen dari total angkatan kerja atau menurun dibandingkan Agustus 2010 sebesar 7,14 persen dan Februari 2010 sebesar 7,41 persen,".
Setahun terakhir pada Februari 2010 hingga Februari 2011, hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali pada sektor pertanian dan sektor transportasi. Masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 360.000 orang atau 0,84 persen dan 240.000 orang atau 4,12 persen. "Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penampung terbesar tenaga kerja pada Februari 2011,". Jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan sebesar 34,5 juta orang atau 31,01 persen, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,3 juta orang atau 19,15 persen, dan berusaha sendiri sejumlah 21,1 juta orang atau 19,01 persen.Berdasarkan jumlah jam kerja pada Februari 2011, sebesar 77,1 juta orang atau 69,28 persen bekerja di atas 35 jam per minggu. Adapun pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam hanya sebesar 1,4 juta orang atau 1,23 persen. Selain itu, jumlah pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih mendominasi, yaitu 55,1 juta orang atau 49,53 persen. Adapun pekerja dengan pendidikan diploma sebesar 3,3 juta orang atau 2,98 persen, sedangkan pekerja berpendidikan sarjana hanya sebesar 5,5 juta orang atau 4,98 persen.
Kalau kita mau jujur tentu kita akan mengakui bahwa pengangguran di negeri kita dari tahun ke tahun bertambah besar, bukanlah mengalami penurunan. Belum lagi apa yang sudah sejak lama kita kenal dengan istilah “disguised unemployement” atau pengangguran yang tidak nampak. Birokrasi pemerintahan kita adalah contoh dari pengangguran tak kentara ini. Setiap hari di kantor kantor pemerintah tidak nampak karyawan yang sibuk. Bahkan para boss mereka dengan baik hati telah melengkapi kantor mereka dengan perangkat televisi yang boleh ditonton pada jam kerja. Belum lagi penggunaan komputer yang acapkali kalau diperhatikan lebih banyak digunakan untuk bermain “game” atau bahkan yang lebih canggih lagi untuk menelusuri situs-situs internet yang tidak ada relevansinya dengan pekerjaan. Jadi dapat dibayangkan biaya besar yang dikeluarkan oleh pemerintah lewat APBN dan APBD yang begitu besar baik untuk membeli peralatan, membayar listrik dan telepon serta penyediaan ruang kerja nyaman telah membuat pengangguran tidak kentara di sektor pemerintahan ini menjadi jauh lebih mahal dibandingkan dengan yang terjadi di sektor pertanian di pedesaan.

Jika di sector birokrasi pemerintah menunjukan perilaku seperti itu sebuah fenomena pengangguran tak kentara yang menyenangkan bagi mereka yang berada di tempat itu, hal ini berbeda dengan di sektor - sektor yang lebih bersifat swasta atau rakyat. Sebagai contoh dapat dikemukakan di Tempat Pembuangan (sampah) Akhir Bantar Gebang beberapa waktu yang lalu juga mengungkapkan betapa semakin sulitnya bagi generasi muda kita untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian yang didapatkan dari pendidikan. Salah satu media ibukota melaporkan bahwa diantara para pemulung di TPA Bantar Gebang itu ada yang sarjana. Sebuah ironi yang sangat memilukan. Kita tidak tahu apakah ini ukuran kemajuan atau sebuah kemunduran besar bangsa yang dialami bangsa Indonesia.
Pemerintah dan sektor swasta (mestinya termasuk koperasi) tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang layak bagi penghidupan anak bangsa. Bisa kita bayangkan betapa akan lebih hebatnya kondisi pengangguran di Indonesia manakala tidak ada kesempatan bagi TKI untuk mencari pekerjaan di luar negeri terutama setelah diberlakukannya moratorium TKI akibat kasus di Arab Saudi yang telah melakukan kesewenang-wenangan terhadap para TKI Kita dan telah mencoreng pemerintahan SBY. Beberapa Negara tujuan TKI seperti Singapura, Malaysia, Saudi Arabia,Hongkong ,Taiwan dan Korea Selatan adalah tempat tempat yang menyenangkan untuk mengais rejeki bagi para TKI kita. Tentu sebagian besar mereka adalah wanita yang lebih terampil dan fleksibel dibandingakan para pria. Tidak mengherankan manakala disana sini terjadi ekses maupun kasus lainnya karena begitu banyak wanita (yang sebagian besar datang dari pedesaan) dengan pendidikan minim harus bekerja di manca negara dengan aturan, adat dan budaya yang berbeda dengan tempat asal mereka. Para TKI ini mungkin lebih pantas disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” ketimbang para guru yang pada dewasa ini lagi dipertanyakan jati diri eksistensinya.

Konon puluhan triliun rupiah telah mengalir ke pedesaan yang merupakan kiriman para TKI kepada sanak keluarga mereka. Tidak ada kekurangan pangan dan anak -anak masih sekolah di pedesaan . Hal ini bukan karena keberhasilan program pemerintah akan tetapi lebih karena hasil cucuran keringat bercampur penderitaan dan keterhinaan para TKI. Pemerintahan siapapun boleh menarik nafas lega karena sebagian besar tanggung jawabnya telah diambil alih oleh para wanita yang dengan sadar mengorbankan diri mereka untuk keluarga. Pertanyaan kita adalah apakah kondisi semacam ini akan kita pertahankan dan pelihara kedepan dan disyukuri sebagai rakhmat Sang Pencipta atau kita ingin ada perubahan kearah yang lebih memberikan harkat dan martabat kepada bangsa. Jawaban utamanya adalah terletak kepada kemampuan kita memperbaiki penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan kualitas nya sekaligus. Pendidikan adalah segala galanya. China,Korea Selatan,Singapura dan India sekali lagi membuktikan kepada dunia bahwa dengan pendidikan yang baik mereka mampu menjadikan bangsa mereka menjadi pemenang dari Perang Baratayuda abad millennium alias Globalisasi Dunia. Apakah bangsa Indonesia hanya akan berteriak teriak menyalahkan dunia dan zaman tanpa berbuat apa apa? Lalu solusinya bagaimana pasca pemberklakuan moratorium tersebut?

1. Atasi pengangguran dengan pendidikan yang Linked
“Orang yang beriman tidak akan menganggur”, ini memiliki nilai pilosofi yang luas, karena dengan memiliki iman maka ia akan mendisiplinkan dirinya dan bekerja keras /Work hard, play hard. Dalam Qur’an 13:11 tertulis, ”Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Jadi jelas, persoalan pengangguran dan kemiskinan itu karena kurang memiliki perenecanaan yang matang, berodalah secara khusyuk, berusahalah dengan sekuat tenaga, dan serahkan hasilnya pada Tuhan dengan cara bertawakkal. Sebagai ilustrasi ketika mewisuda lulusannya, salah seorang dekan business school terkemuka di Amerika selalu berpidato, “Kita harus memberikan respek kepada mereka yang mempunyai nilai A, karena mereka akan kembali ke almamater menjadi dosen dan melupakan duniawi. Namun kita harus lebih membungkukkan kepala kepada mereka yang mendapat nilai B dan C, karena mereka akan kembali lagi ke kampus dengan menyumbang laboratorium, auditorium, serta menjadi penyandang dana.”Dari ilustrasi, data, dan fakta di atas, kita bisa lihat betapa ”besarnya” kontribusi pendidikan terhadap terbukanya lapangan pekerjaan. Negeri ini mungkin punya ribuan sarjana multi-jurusan yang diyakini bisa berpikir analitis, mampu menciptakan perubahan dalam masyarakat, tetapi toh ternyata mereka belum mampu membantu diri mereka sendiri. Ini belum termasuk opportunity cost yang keluar ketika melanjutkan kuliah setamat SMU. Mengapa tidak menggunakan waktu dan biaya untuk berwiraswasta saja?Seharusnya..Idealnya, kampus seharusnya bisa membangun linkage atau link and match yang ideal antara lulusan sekolah menengah dengan lapangan pekerjaan di dunia nyata. Bagi top-tier business school di dunia, ini bukan masalah. Mayoritas lulusan kerja mereka sukses dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji 2-3 kali dari jumlah yang mereka investasikan untuk kuliah di business school tersebut.
Bagaimana di Indonesia?Sayangnya, di Indonesia, gap tersebut terasa begitu kentara. Ijazah sarjana tidak lagi sakral saat ini. Hal ini juga didukung fakta bahwa banyak perguruan tinggi negeri yang membuka kelas diploma, program ekstensi/swadaya, kelas malam, fast-track program, dan seterusnya. Perguruan tinggi swasta juga bermunculan tak kalah banyaknya. Akibatnya, ijazah sarjana semakin mudah (walau belum tentu murah) diperoleh. Kondisi ini masih diperparah dengan perguruan tinggi “biasa-biasa saja” yang mengobral nilai, sementara perguruan tinggi top justru dipenuhi dosen killer yang sulit memberi nilai A.
Selain dituntut menjadi linkage yang kokoh, kampus juga selayaknya bisa menjadi inkubator bisnis yang kuat. Tidak banyak orang yang tahu bahwa Sun Microsystems adalah kepanjangan dari Stanford University Network, karena memang perusahaan ini memulai bisnisnya dari lingkungan kampus. Dan satu lagi, Google dan Yahoo!, juga sama-sama lahir dari kegiatan intelektual di universitas. Malah, Google adalah hasil dari proyek disertasi kedua pendirinya. Baik Google, Yahoo!, atau Sun Microsystems, masing-masing telah bertumbuh menjadi perusahaan besar dengan tingkat profitabilitas yang luar biasa.Inilah salah satu bukti bahwa kampus, selain menjadi linkage bagi lapangan pekerjaan di dunia nyata, juga bisa menjadi inkubator yang hebat. Tanpa membunuh spirit dan mengekang kebebasan berpikir siswa didiknya. Sayangnya, lagi-lagi di Indonesia belum memiliki perguruan tinggi yang cukup mumpuni untuk menjadi inkubator bisnis yang handal.
2. Perlunya pembangunan ekonomi kreatif
Salahsatu kelebihan manusia yang diciptakan Alloh SWT dibanding makhluk lainnya adalah diciptakannya akal, akal inilah yang menopang manusia untuk membangun unsur kreatifitas yang dibungkus serta dikemas untuk memenuhi kebutuhannya, dengan akal maka timbulnya ilmu pengetahuan dan alih technology,yang menjadi persoalan bangsa saat ini adalah rendahnya kreatifitas yang dimiliki, artinya rendahnya penggunaan akal untuk membangun basis-basis ekonomi secara kreatif.kreatif atau kreatifitas adalah membangun dan menciptakan suatu proses dari ide-ide baru sebagai alternative yang dibutuhkan orang-orang. Ketika kebutuhan manusia itu hadir maka munculah kreatifitas atau sejalan dengan hadirnya kreatifitas maka munculah kebutuhan kebutuhan baru.
Persoalan kreatifitas dalam konteks ekonomi adalah mendorong daya saing masyarakat melalui peran-perannya dalam berbagai aspek yang bisa mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kreatif, hal ini tentu melalui suatu preses analisa serta dorongan semua pihak untuk memberikan stimulus ekonomi kreatif sehingga sekecil apapun potensi yang ada dibangun untuk menjadi sesuatu yang besar.kesadaran kreatifitas ini muncul biasanya manakala adanya keterjepitan atau kondisi pemenuhan suatu kebutuhan. Sesungguhnya ketika kreatifitas itu muncul maka akan beriringan dengan timbulnya peluang-peluang baru yang bersifat dinamis seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia dan akan bersifat inovasi dan berkesinambungan.kreatifitas berarti melahirkan dan atau membuat sesuatu yang terbarukan sementara inovasi adalah pemaksimalan suatu bentuk dari hasil kreatifitas dengan penyempurnaan-penyempurnaan dari suatu kebetuhan yang telah diciptakan dari hasil kreatif. Pembangunan ekonomi kreatif ini sangat penting didasari berbagai factor antara lain.
a. Penciptaan usaha-usaha baru
Idealnya suatu bangsa yang memiliki dasar ketangguhan ekonomi adalah memiliki sedikitnya 7 % para pengusaha baru yang pada saat ini hanya memiliki 0,2 % dari seluruh potensi usaha yang ada. Dorongan keberhasilan ini perlu peran aktif dari semua pihak terutama pemerintah maupun kelompok-kelompok usahawan sukses untuk mendorong industry kreatif baik yang berbasis kedaerahaan maupun industry kreatif yang bersifat nasional
b. Mendorong Partisipasi Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi berbasis rakyat yang diorong semua pihak untuk melakukan terobosan terobosan baru guna melakukan pemberdayaan potensinya secara komprehensip dan merata. Banyaknya potensi ekonomi masyarakat yang belum di dorong secara maksimal oleh pemerintah khususnya maupun dunia usaha misalnya aspek pertanian,perdagangan, aspek kelautan -perikanan,aspek perkebunan, aspek potensial kedaerahaan maupun aspek lainnya untuk memberikan stimulus pendorongan pemberdayaan potensi ekonomi yang bias mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraannya, sehingga kompetisi akan timbul di tingkat grassroot dan jelas akan mendorong pengurangan angka pengangguran.

3. Penguasaan Skill dalam berbagai bidang
Tenaga kerja Philipina maupun dari India yang sama-sama bekerja di Hongkong di komparasikan dengan TKI mereka memiliki profesi yang sama namun penghasilan maupun tata kerjanya jauh berbeda, tentunya tenaga kerja dari Philipina maupun India mendapatkan gaji yang lebih besar maupun pekerjaan yang lebih ringan disbanding dengan TKI, hal ini terjadi bukan saja karena persoalan negosiasi pemerintah terhadap perlindungan kesejahteraan serta fungsi-fungsi kerja terhadap Negara sahabat tersebut rendah, namun factor SDM dari TKI secara skill mereka sangat rendah baik penguasaan bahasa, maupun operasionalisasi fungsi dari perangkat-perangkat kerja. TKI yang di berangkatkan ke luar negeri biasanya dilakukan melalui agen-agen penempatan yang secara administrative maupun tingkat kemampuan dimanipulasi oleh pihak agen sehingga saat mereka bekerja tidak memiliki kompetensi maupun daya tawar. Hal ini lah yang menjadi penyebab utama munculnya berbagai persoalan tersebut.
Skill merupakan sesuatu yang pokok manakala dihadapkan pada kompetisi, bahkan hampir fresh graduate dari para sarjada rendah secara skill. Skill harus menjadi kurikulum pokok setiap lembaga pendidikan baik setingkat kursus maupun universitas, ini untuk mendorong dan memenuhi kebutuhan global. Dengan skill yang baik dan terukur maka akan beriringan dengan kesejahteraan yang baik dan kemampuan seseorang dalam penguasaan terhadap skll tertentu mendorong seseorang itu untuk melakukan kerja-kerja kreatif.dengan kemampuan skill yang proporsional maka akan mendorong kesejahteraan ekonomi, produktifitas serta terkurangnya angka pengangguran.

Kesimpulan
Pengangguran sesungguhnya tidak akan pernah ada jika setiap diri manusia memiliki iman yang baik, manajemen iman itu akan mendorong semangat kreatifitas untuk menyadari dirinya sebagai makhluk pilihan yang diberikan kelebihan oleh sang kholiq, dengan semangat kreatif dan didasari skill yang baik, maka akan menumbuhkan semangat jiwa-jiwa usaha, semangat jiwa usaha itu akan baik apabila didorang oleh pemerintah dan seluruh stake holders untuk bahu membahu membangu bangsa yang maju, berkarakter dan siap melakukan kompetisi dan innovasi baik nasional maupun internastional.

2 komentar: