Halaman

Selasa, 27 Maret 2012

KEBOHONGAN SEJARAH PERSETRUAN KERAJAAN MAJAPAHIT & SUNDA

KEBOHONGAN SEJARAH PERSETRUAN
KERAJAAN MAJAPAHIT & SUNDA

Pembuktian Analisa Kitab Neraga Kertagama dan Kitab Negara Kertabhumi

Created by Ejang Hadian Ridwan


Suatu proses pencarian yang teramat sulit juga, mencari sumber yang mampu mengatakan bahwa kerajaan Sunda dan kerajaan Majapahit adalah 2 kerajaan yang bersahabat dan rukun. Berulangkali searching dengan menggunakan keywords bermacam-macam seperti: persahabatan kerajaan Majapahit dan Sunda, Persahabatan kerajaan Sunda dan Majapahit masa Gajah Mada dan Hayam Wuruk, Persahabatan raja Majapahit Hayam Wuruk dengan raja Sunda Lingga Buana dan lain sebagainya.

Kenyataannya semua hasil mengatakan hal yang sama, dengan kata lain tidak bersahabat, terjadi perselisishan alias permusuhan. Tetapi kalau dimasukan keywords seperti : Perang Bubat, Perang antara Majapahit dan Sunda, dan lain sebagainya yang mengarah ke perang Bubat, hasilnya hampir serentak semua link url atau situs web mengatakan hal sama yaitu ada perang Bubat, ada perselisihan dan permusuhan dengan berbagai versinya.

Artikel-artikel sebelumnya dari penulis sudah gembar-gembor mengatakan bahwa kisah Ken Arok, Perang Bubat dan Sumpah Palapa adalah dusta atau kebohongan sejarah, dengan pihak yang dirugikan adalah bangsa Indonesia.

Sumber-sumber utama yaitu kitab Pararaton dan kitab Kidung Sunda yang mengarah kepada kisah Ken Arok, terjadinya peristiwa perang Bubat dan Sumpah Palapa, secara sendirinya adalah sumber-sumber yang sudah tidak bisa dipercaya lagi sebagai sumber sejarah, dengan kata lain sumber-sumber itu adalah sumber yang direkayasa demi suatu kepentingan, yang akhirnya terjadi pembelokan arah sejarah.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalau memang tidak terjadi hal-hal seperti itu, kebohongan itu memnag terjadi, lantas pola hubungan seperti apa yang diterapkan antara 2 kerajaan tersebut yaitu kerajaan Majapahit dan kerajaan Sunda, yang masa pemerintahan untuk kerajaan Majapahit dipimpin oleh Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk versi kitab Pararaton) dengan Maha Patih Gajah Mada? inilah pertanyaan yang harus ada jawaban sebagai korelasinya dan jawaban itu harus ada, kalau tidak pernyataan kebohongan sejarah itu tetap tidak kuat.

Penyidikan suatu perkara hukum, selalu dalam langkah awalnya adalah mencari barang bukti, yang kemudian dipelajari, dianalisa dan dikembangkan. Berdasarkan barang bukti itulah penyidikan lebih lanjut dapat dilakukan.

Bukti sejarah yang ada adalah untuk perkara ini tiada lain adalah berupa prasasti-prasasti dan beberapa kitab yang tingkat kepercayaannya akan kebenarannya masih tinggi, atau sumber sejarah yang masih relevan. Prasasti-prasati yang ditemukan, hampir semuanya tidak bisa meberikan informasi tentang hal itu. Bukti sejarah berikutnya adalah dicoba dengan mempelajari lagi satu kitab yaitu kitab Negara Kertagama. Kitab Negara Kertagama inilah yang menjadi harapan satu-satunya bagi penulis untuk dapat memberikan informasi walaupun tidak gamblang.

Setelah dipelajari seksama dari hasil terjemahan kitab Negara Kertagama, akhirnya didapat petikan sebagai berikut :

Negara-negara di nusantara dengan Daha bagai pemuka. Tunduk menengadah, berlindung di bawah kuasa Wilwatikta. Kemudian akan diperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya.Pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing,

Tamihang, negara perlak dan padang Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk. Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut. Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura. Di Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu.Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.

Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah. Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima. Seram, Hutan Kendali sekaligus. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah.

Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk. Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula anda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.

Berikutnya inilah nama negara asing yang mempunyai hubungan Siam dengan Ayodyapura, begitu pun Darmanagari Marutma. Rajapura begitu juga Singasagari Campa, Kamboja dan

Yawana ialah negara sahabat. Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh. Semenjak nusantara menadah perintah Sri Paduka, tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti. Terdorong keinginan akan menambah kebahagiaan.

Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti. Pujangga-pujangga yang lama berkunjung di nusantara.

Dilarang mengabaikan urusan negara dan mengejar untung. Seyogyanya, jika mengemban perintah ke mana juga, harus menegakkan agama Siwa, menolak ajaran sesat. Konon kabarnya para pendeta penganut Sang Sugata dalam perjalanan mengemban perintah Sri Baginda, dilarang menginjak tanah sebelah barat pulau Jawa. Karena penghuninya bukan penganut ajaran Buda.


Petikan diatas memberkan informasi lengkap tentang negara-negara yang berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit yang memang mewakili istilah nusantara yang didengung-dengukan itu, tidak seperti Sumpah Palapa yang tidak mewakili aspek keseluruhan yang dikatakan nusantara. Bisa jadi Sumpah Palapa itu sendiri adalah bentuk pengkerdilan istilah nusantara itu sendiri, bisa jadi juga ini lemparan wacana ke publik dengan tujuan pro kontra mengenai istilah nusantara dengan hanya memakai simbolisasi Sumpah Palapa, yang akhirnya diharapkan terjadi keraguan terhadap kebesaran istilah nusantara tersebut.

Petikan diatas juga,memberikan informasi yang harapakan penulis atas pernyataan yang mencurigakan, diberikan pendaan cetakan tebal supaya lebih fokusyaitu:

“Yawana ialah negara sahabat. Pulau Madura tidak dipandang negara asing. Karena sejak dahulu menjadi satu dengan Jawa. Konon dahulu Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.”

Merujuk pada keterangan kitab Negara Kertagama itu bahwa banyak negara-negara atau kerajaan-kerajaan lain yang secara otomatis takluk dan berinduk ke kerajaan Majapahit, tidak harus melalui proses peperangan besar.

Dalam catatan sejarah resmi, untuk kerajaan Majapahit, hanya teridentifikasi melakukan beberapa kali peperangan, perang terbesar adalah dengan kerajaan di Pulau Bali, kemudian perang menumpas pemberontakan kerajaan Sadeng dan Keta. Tiga kerajaan ini nota bene adalah kerajaan-kerajaan yang secara historis atau sejarah pendiriannya mulai kerajaan Tumapel masa pemerintahan Sri Rajasa Sang Amurwabhumi alias Ken Arok (versi kitab Pararaton sampai ke Sri Kertanegara, kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya sampai Sri Rajasanagara alias Hayam Wuruk (versi kitab Pararaton) adalah masih termasuk kerajaan-kerajaan bawahan.

Wajar dan memang seharusnya kalau peperangan itu dilakukan, untuk menjaga keutuhan, kewibawaan, persatuan dan kesatuan serta nama baik kerajaan, setidaknya ada alasan perang yang mendasar dan sah secara hukum kenegaraan.

Tetapi negara-negara lain, bisa secepat itu takluk, menginduk dan mengakui kerajaan Majapahit yang memegang kontrol atas mereka. Hal ini dikarenakan, apa yang dilakukan oleh kerajaan Majapahit adalah sebagai pencetus atau pelopor ide penggabungan kekuatan, dengan membentuk aliasi dengan negara-negra lainya, tujuannya dalam rangka menjaga apabila suatu saat ada invasi dari kekaisaran Mongol untuk kedua kalinya.

Percobaan invasi pertama, ketika kerajaan Singhasari atau Tumapel dibawah kendali Jayakatwang yang merebut kekuasaan secara paksa dari penguasa sah Sri Kertanegara. Tentara Mongol sempat menguasai ibu kota kerajaan, tapi tidak lama berselang bisa diusir kembali oleh pasukan tentara yang dipimpin Raden Wijaya, raja pertama Majapahit menantu dari Sri Kertanegara.

Mengapa pula dengan skala waktu yang tidak terlalu lama nusantara bisa terbentuk? Jawabanya adalah teori musuh bersama. Umpan nilai psikologis inilah yang merupakan senjata ampuh dalam propaganda ide aliansi yang dimotori oleh kerajaan Majapahit, jadi tidak lagi harus bersusah-susah melakukan perang. Ketika negara-negara dalam aliansi itu sudah terbentuk, katakanlah dengan beberapa negara besar yang sudah bergabung, untuk mengembangkannya lebih mudah ke arah pemekaran yang lebih luas.

Ide aliansi inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya nusantara, dan ini ide sangatlah brilian, terlebih didukung oleh situasi yang ada, yaitu ada musuh bersama yang nyata didepan mata. Musuh bersama itu tiada lain adalah pasukan besar kekaisaran Mongol.

Rabu, 21 Maret 2012

6 Percobaan Pembunuhan Yang Hampir Mengubah Dunia


1. The Kaplan Incident
Target: Vladimir Lenin
Jika Sukses: NAZI bisa memenangkan Perang Dunia ke-II.
Cerita:
Fanny Kaplan (gambar di bawah) adalah seorang politisi revolusioner sewaktu Revolusi Bolshevik. Sayangnya, dia bukanlah seorang Bolshevik, tapi seorang Sosialis Revolusioner dan partainya ditutup Lenin beberapa lama kemudian. Akhirnya, Kaplan memutuskan untuk mencoba membunuh Lenin pada 30 Agustus 1918.

Lenin jelas terselamatkan dari aksi ini, dan Kaplan dipenjarakan beberapa waktu kemudian.

Jika sukses, Revolusi Bolshevik mungkin takkan pernah terjadi, dan para kaum White Russians akan mengambil tampuk pemerintahan secara demokratis. NAZI mungkin bisa saja melanjutkan kekuasaannya ke Timur, mengambil alih seluruh Russia :

2. Giuseppe Zangara
Target: Franklin Delano Roosevelt
Jika Sukses: Sebuah planet fasis
Cerita:
Pada Februari 1933, F.D. Roosevelt sedang mengadakan sebuah pidatonya karena ia terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat yang akan di-inaugurasi sebulan kemudian. Namun, seorang pembunuh bayaran yang pendek bernama Giuseppe Zangara tiba-tiba mencoba menembakkan pelurunya ke arah FDR.

Sayangnya, Zangara terlalu pendek untuk bisa melewati crowd di depannya, sehingga ia harus menggunakan sebuah kursi lipat untuk bisa melihat Roosevelt. Menembak dari atas sebuah kursi lipat bukanlah sebuah hal yang mudah, dan dia tidak berhasil. Crowd di sekelilingnya langsung menahannya dan pidato berakhir seketika.

Jika berhasil, sebuah efek domino yang dimulai atas diangkatnya Wakil Presiden Garner akan bermain, dan Amerika akan bermain isolasi. Sekutu akan kalah tanpa bantuannya, dan akhirnya, kekuatan lawan akan menjajah Amerika pada 1948.

Akhirnya, Hitler yang masih hidup dan tidak bunuh diri akan segera menguasai dunia dengan rezimnya


Quote:
3. Kyujo Incident
Target: Kaisar Jepang Hirohito
Jika Sukses: Jepang menjadi sebuah daratan limbah nuklir (dan Indonesia akan mundur tanggal kemerdekaannya)
Cerita:
Pertengahan Agustus 1945. Perang Dunia II hampir berakhir, Jepang telah keluar dari Manchuria, dan Hiroshima dan Nagasaki baru saja dibom, dan Kaisar Hirohito sedang memikirkan surat pernyataan menyerahnya kepada Amerika.

Tapi tidak semuanya menginginkan damai. Sebuah organisasi yang terdiri atas Menteri Perang dan Imperial Guard Jepang tidak menginginkan damai. Mereka berencana untuk menghentikan pernyataan Hirohito tentang menyerah, dan mem-broadcast sebuah pernyataan baru bahwa Jepang akan terus berperang, dan rencana ini juga berisi tentang pembunuhan Hirohito.

Untungnya, beberapa petinggi Jepang mengetahui tentang rencana ini dan menyetopnya sebelum terlaksana.

Jika terjadi, Jepang akan jatuh di bawah Operation Downfall milik Amerika, yang isinya menjatuhkan tujuh bom nuklir di Jepang pada 1 November 1945



4. Pembunuhan Ratu Elizabeth I
Target: Ratu Elizabeth I
Jika Sukses: Amerika tidak akan pernah ada
Cerita:
Pada 1588, Inggris sama sekali tidak berdaya. Yang menguasai tampuk Eropa adalah Spanyol. Tapi Raja Philip dari Spanyol menginginkan lebih, yaitu anaknya menjadi Raja Inggris dan Katolik disebar di pulau itu. Yang berarti dia harus membunuh Ratu Elizabeth I.

Jadi, Spanyol mengirimkan armadanya ke Inggris untuk membunuh sang Ratu dan mengambil kerajaannya. Sayangnya, perencanaan yang kurang baik dan cuaca yang buruk menghabiskan armadanya di tengah laut, sebelum berhasil menyentuh daratan Inggris.

Jika mereka sukses, tidak akan ada Kristen Protestan, karena selama itu Inggris-lah pusatnya. Pembiayaan untuk negara koloni Dunia Baru akan terhenti, tidak akan ada UK, dan, tanpa UK, tidak akan ada Revolusi Amerika



5. The Gunpowder Plot
Target: Raja James I dan Parlemen Inggris
Jika Sukses: Amerika tidak akan pernah ada
Cerita:
Pada 5 November 1605 beberapa anggota Parlemen Inggris mencoba mengangkat toleransi beragama dengan membunuh Raja James I dan mengobrak-abrik Parlemen. Rencananya amat simpel: bawa beberapa drum mesiu ke parlemen, nyalakan, dan lari.

Jika ini berhasil, sebuah clash agama justru akan terjadi di Inggris. Para teroris itu, mereka Katolik, dan anak Raja James I, Pangeran Charles, adalah seorang yang toleran terhadap Katolik dan banyak membantu mereka. Bayangkan apa yang akan terjadi apabila para Katolik itu membunuh ayahnya sendiri.

Raja Charles akan kemudian menjadikan Inggris negara absolut monarki beragama Protestan, dan tidak akan ada operasi Mayflower yang menyebabkan terjadinya Mayflower Compact, akar dari koloni Inggris di Amerika



6. The Tory Conspiracy
Target: George Washington
Jika Sukses: Amerika tidak akan pernah ada
Cerita:
Pada 21 Juni 1776, beberapa warga Amerika yang pro-Inggris, atau Tories, berencana membunuh G. Washington dan membangun sebuah tentara Inggris untuk mengambil Amerika. Di dalam konspirasi itu termasuk para bodyguard Washington dan mantan gubernur NYC

Sayangnya, konspirasi ini gagal karena seorang bernama Thomas Hickey ditemukan melawan negara.

Akhirnya, Hickey digantung dan perang Revolusi dimenangkan Amerika pada Desember 1776. Karisma Washington meneruskan pemerintahan. Tanpa Washington yang berhasil menemukan pengkhianatan ini dan Monsieur Louis dari Perancis, Inggris tentu saja akan mengambil alih Amerika

sumber http://www.kaskus.us/showthread.php?p=663601581&posted=1#post663601581

Selasa, 20 Maret 2012

MALAIKAT PENJAGA



Suatu ketika seorang bayi siap untuk dilahirkan, menjelang diturunkan, sang bayi bertanya kepada Tuhannya Yang Maha Esa.
“Para malaikat di sini mengatakan besok Engkau akan mengirimkanku ke dunia, tetapi bagaimana cara hidup di sana? Hamba begitu kecil dan lemah.” kata sang bayi
Tuhan menjawab, “Aku telah memilih satu malaikat untukmu. ia akan menjaga dan mengasihimu.”
“Tapi di surga apa yang hamba lakukan hanya tertawa dan bernyanyi, ini cukup bagi hamba untuk bahagia.” Demikian kata sang bayi.
Tuhan pun menjawab, “Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan jadi lebih bahagia.”
Sang bayi pun bertanya lagi, “Dan apa yang dapat hamba lakukan saat hamba ingin berbicara pada-Mu.”
Sekali lagi Tuhan menjawab, “Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa.”
Sang bayi pun masih belum puas. Ia pun bertanya lagi, “Hamba mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat. Lalu siapa yang akan melindungi Hamba?”
Dengan penuh kesabaran Tuhan pun menjawab, “Malaikatmu akan melindungi dengan mempertaruhkan jiwanya.”
Sang bayi pun tetap belum puas dan melanjutkan pertanyaannya, “Tapi hamba akan bersedih tidak melihat Engkau lagi, ya Allah.”
Dan Tuhan pun menjawab, “Malaikatmu akan menceritakan padamu tentang Aku, dan dia akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-Ku, walaupun sesungguhnya Aku selalu berada di sisimu.”
Saat itu surga begitu tenangnya, sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan Sang anak dengan suara lirih bertanya, “Ya Allah, jika hamba harus pergi sekarang bisakah Engkau memberitahu hamba siapa nama malaikat yang menaungiku nanti?”
Suasana terdiam sejenak, dan akhirnya Tuhan pun menjawab, “Kau dapat memanggil malaikatmu IBU.”
~~~~~~~
Kenanglah ibu yang selalu menyayangimu.
Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi.
Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu.
Ingatkah engkau ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu,
dan ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit?
Wahai saudara dan saudariku, sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan.
Wahai saudara dan saudariku, kembalilah untuk memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu pada senyumanmu.
Wahai saudara dan saudariku, jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang ketika ibumu telah tiada.
Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambutmu,
tak ada lagi senyuman indah tanda bahagia,
yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya,
yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya.
Tak ada lagi dan tak akan pernah ada lagi yang meneteskan air mata,
mendoakanmu di setiap hembusan nafasnya.
Wahai saudara dan saudariku,
ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu
dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya.
Kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya.
Ibuku sayang… maafkan aku sampai kapan pun jasamu tak terbalaskan.
Ya Allah berikanlah kebaikan untuk ibu hamba di dunia dan di akhirat.

Senin, 19 Maret 2012

Wanita Indonesia lebih lama awet muda

KOMPAS.com -  Setiap orang tentu memiliki masalah kulit yang berbeda-beda. Bukan hanya karena kondisi kulit setiap orang tak sama, faktor lingkungan juga menyebabkan masalah kulit setiap orang berbeda-beda. "Beda negara pasti beda masalah kulit yang dihadapi, karena secara tidak langsung struktur kulit dan jenis kulitnya juga berbeda," ujar dr Shahnaz Nadia Yusharyahya, SpKK, dokter spesialis kulit dan kelamin, dalam diskusi bersama Vaseline di Aston Kuningan Suites, Kuningan, beberapa waktu lalu.
Menurut Nadia, begitu dokter dari RS Cipto Mangunkusumo ini biasa diakrabi, perempuan Indonesia tak perlu minder karena tidak memiliki kulit yang putih seperti perempuan dari negara-negara Eropa. Justru, kita seharusnya bersyukur memiliki kulit coklat yang eksotis. Karena kulit yang berwarna coklat memiliki pigmen warna yang berfungsi untuk membuat kulit terlihat lebih sehat, dan melindungi kulit dari serangan sinar matahari dan ultraviolet, yang bisa meningkatkan risiko serangan kanker kulit.
Pigmen kulit atau melanin yang terdapat dalam kulit perempuan Asia, khususnya Indonesia, ternyata juga memiliki fungsi lain yang bermanfaat untuk mempercantik kulit. "Pigmen dalam kulit berwarna ini juga memungkinkan kulit terhindar dari kerutan," tambahnya.
Jika dibandingkan dengan kulit perempuan Eropa atau Amerika, pigmen kulit yang tak berwarna menyebabkan kulit mereka berwarna putih pucat. Hal ini menyebabkan kulit mereka mudah mengalami kerutan. "Salah satu masalah yang dihadapi perempuan Eropa dan Amerika adalah kerutan di wajah, dimana dalam usia yang sama mereka akan terlihat lebih tua (daripada perempuan Indonesia)," bebernya.
Masalah kerutan yang dihadapi tak hanya disebabkan oleh pigmen kulit yang tak berwarna, tapi juga penyebab lain seperti makanan yang disantap, kebiasaan dan gaya hidup, sampai rokok.
Di lain pihak, orang Indonesia memiliki masalah kulit yang berbeda, yaitu flek-flek hitam atau noda hitam yang ada di sekitar wajah. "Namun, flek ini bisa dihindari dan diatasi dengan melakukan perawatan kulit sejak dini, yaitu mulai usia 20-an, karena kulit masih ada dalam masa kejayaannya," tukasnya.

Jumat, 16 Maret 2012

Jendela untuk “Mengintip” Tuhan


Oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA   
Al-Asma' al-Husna 
Jendela untuk “Mengintip” Tuhan
oleh: Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA

Bagaimana mungkin Dia terhijab oleh sesuatu, padahal:
Dia-lah yang menampakkan segala sesuatu.
Dia tampak pada segala sesuatu.

Dia tampak untuk segala sesuatu.
Dia tampak sebelum adanya segala sesuatu.
Dia lebih tampak dari segala sesuatu.
Dia yang tunggal dan tidak ada sesuatupun bersama-Nya.
Dia lebih dekat kepadamu daripada sesuatu.
Kalau tidak ada Dia maka tidaklah ada segala sesuatu.

Al-Asma’ al-Husna atau nama-nama indah Tuhan sudah sangat akrab dan familiar dengan lidah umat Islam. Ke 99 nama Tuhan ini dijadikan dzikir dan wirid rutian sehari-hari, karena memang ditemukan ada beberapa ayat dan hadis yang mengajak untuk banyak menyebut dan berdoa dengan nama-nama indah Tuhan tersebut. Namun demikian belum tentu akrab dengan hati dan pikiran mereka. Sudah barangtentu lafaz-lafaz Al-Asma’ al-Husna bukan hanya untuk dihafal, diziridkan, dan diwiridkan tetapi juga untuk sedapat mungkin dijadikan titik masuk (entry point)untuk lebih mendekatkan hati, pikiran, dan segenap consciousness kita kepada Tuhan.
Pemilihan nama dan komposisi nama-nama itu tentu mempunyai arti penting untuk dijelaskan. Biasanya untuk sebuah nama merupakan representasi dari yang dinamai. Sifat-sifat yang baik yang melekat pada sesuatu dicarikan dengan nama-nama yang baik, sebaliknya sifat-sifat buruk dicirikan dengan nama-nama yang buruk. Setidaknya nama adalah simbol pengharapan orang terhadapa sesuatu yang dinamai. Dengan kata lain, nama adalah representasi identitas dari yang dinamai.
Yang menarik untuk dikaji, Allah Yang Maha Esa tetapi mempunyai sejumlah nama. Bagaimana pula memahami sejumlah nama tersebut yang terkesan kontradiktif satau sama lainnya. Misalnya pada salahsatu nama-Nya Allah Maha Penyayang (al-Rahim) tetapi pada sisih lain Dia juga Maha Pendendam (al-Muntaqim), pada satu sisih Dia Maha Lembut (al-Lathif) tetapi Dia juga Maha Keras (al-Qahhar). Satu sisih Allah Swt Maha Tak Terbandingkan (incomparability) tetapi pada sisih lain Dia menyebut dirinya dengan nama-nama serupa (similarity) dengan sifat-sifat makhluk-Nya, bahkan dalam hadis kita diserukan berakhlak seperti akhlak-Nya (takhallaqu bi akhlaq Allah).
Secara substansial jauh lebih rumit lagi. Pada satu sisih Tuhan samasekali tidak akan pernah mungkin diketahui, diidentifikasi, dan didefinisikan, tetapi pada sisih lain Tuhan membuka diri untuk diketahu, diidentifikasi, dan didefinisikan, karena Ia sendiri memperkenalkan diri melalui nama-nama-Nya yang kita kenal dengan al-Asma’ al-Husna. Satu sisih Ia memperkenalkan diri sebagai Maha Berdirisendiri (al-Qaim bi Nafsih), tetapi pada sisih lain Ia memperkenalkan diri-Nya sebagai Objek Yang Disembah (Ilah, Rabb), yang berarti butuh hamba sebagai penyembah dan mempertuhankan-Nya (ma’luh, marbub, ‘abid). Ia sebagai Pencipta (al-Khaliq), yang berarti butuh ciptaan (al-makhluq). Ia Yang Bertindak (al-Mu’atstsir) berarti Ia butuh obyek yang akan menerima tindakan (al-ma’tsur). Ia sebagai Maha Penyayang (al-Rahman) berarti Ia butuh obyek untuk menuangkan kasih saying-Nya. Bagaimana mungkin menyebut-Nya sebagai Tuhan tanpa penyembah, bagaimana mungkin menyebut-Nya Maha Pencipta (al-Khaliq) tanpa adanya makhluk, bagaimana mungkin menyebut-Nya al-Mu’atstsir tanpa kehadiran al-ma’tsur,dan bagaimana bisa disebut Maha Pengasih tanpa obyek yang dikasihi.
Dualitas Ilahi
Tradisi pemahaman ketuhanan kita selama ini mengesankan Tuhan seolah-olah mempunyai dua dimensi, yang dalam buku Sachico Murata disebut The Duality of God[1] yaitu dimensi yang tidak akan pernah mungkin diketahui, tak terbandingkan, tak teridentifikasi, dan takterdefinisikan. Dimensi inilah yang sebut dengan al-Ahadiyyah oleh Ibn ‘Arabi. Dimensi ini direpresentasikan oleh nama-nama maskulin (masculine names)[2] Tuhan. Pada dimensi ini seolah kita tidak akan pernah mungkin mengenal dan mengetahui Tuhan dalam diri-Nya sendiri, hanya sejauh Tuhan mengungkapkan diri-Nya.
Dimensi lain-Nya ialah Tuhan dimungkinkan untuk diketahui, diidentifikasi, dan didefinisikan. Dimensi ini disebut al-Wahidiyyah oleh Ibn ‘Arabi. Dimensi ini direpresentasikan oleh nama-nama feminin (feminine names)[3] Tuhan. Pada dimensi ini kita dimungkinkan untuk mengenal dan mendekati Tuhan, tidak pada diri-Nya sendiri, tetapi melalui lokus dimana Ia memanifestasikan diri-Nya. Di sinilah pentingnya memahami konsep al-Asma’ al-Husna, ibarat jendela untuk mengintip, mengenal, dan mendekati Tuhan.
Di dalam Al-Qur’an diisyaratkan mekanisme dualitas makhluk makrokosmos yang dapat digunakan untuk memahami konsep dualitas Ilahi, antara lain dalam Q.S. al-Dzariyat/51:49: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat akan kebesaran Allah”. Redaksi serupa ini dapat ditemukan di beberapa ayat lainnya dalam Al-Qur’an.
Makna zaujain di sini ialah Allah Swt menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, yakni dengan dengan dua realitas yang berbeda, namun saling melengkapi satu sama lain. Ini mengisyaratkan bahwa lokus perwujudan sesuatu adalah kebalikannya dan masing-masing kebalikan membantu kebalikannya. Tidak ada kebaikan yang dapat diketahui tanpa kebalikannya. Sebagai contoh, makna penting kesehatan terasa setelah mengalami suatu penyakit.

Pola dialektika ini juga dapat digunakan untuk memahami pola relasi Tuhan dengan makhlukn-Nya. Allah Swt sebagai Tuhan (al-Ilah) melazimkan adanya penyembah (al-ma’luh), Tuham sebagai Rabb melazimkan adanya hamba (al-marbub), Tuhan sebagai Maha Pencipta (al-Khaliq) melazimkan adanya makhluk (al-makhluq), Tuhan sebagai Maha Pengasih dan Penyayang (al-Rahman, al-Rahim) melazimkan adanya obyek yang akan diberi kasih dan sayang, demikian seterusnya. Al-asma’ al-husna memerlukan lokus untuk memanifestasikan diri-Nya. Sulit kita memahami al-Ilah tanpa al-ma’luh, al-Rab tanpa al-Marbub, al-Khaliq tanpaal-makhluq.
Wujud Allah Swt memang sulit (untuk tidak mengatakan mustahil) didefinisikan dan diketahui. Keberadaan Wujud-Nya hanya dapat diketahui melalui realitas yang termanifestasikan oleh yang Wujud. Keberadaan Wujud Tuhan  merupakan sesuatu yang tidak tampak pada diri-Nya sendiri tetapi menyebabkan segala sesuatu  selain diri-Nya tampak. Wujud Tuhan dapat dianalogikan dengan cahaya. Cahaya sesungguhnya tidak pernah tampak, tetapi cahaya memungkinkan kita melihat hal-hal selainnya. Keberadaan cahaya diketahui melalui penampakan sesuatu selain dirinya karena kehadirannya, seperti perabotan rumah, pemandangan indah, taapak keberadaannya karena adanya kehadiran cahaya. Cahaya sesungguhnya tidak mempunyai warna kusus. Bukan cahaya yang tampak terang atau gelap, melainkan sesuatu yang bersentuhan  atau tidak bersentuhan dengan cahaya itu. Perabotan dan pemandagan menjadi terang atau gelap karena intensitas persentuhan cahaya dengannya.
Demikian halnya dengan wujud Tuhan. Wujud-Nya tidak mungkin bisa diketahui dan didefinisikan oleh makhluknya secara utuh dan menyeluruh. Bukan Tuhan kikir kepada hambanya, bukan pula Ia sengaja menyembunyikan diri kepada makhluknya, akan tetapi karena semata-mata kerena keterbatasan esensi dan substansi manusia untuk memahami-Nya. Apalah arti sebuah cangkir untuk menampung air samudra. Tidak akan pernah mungkin sebuah cangkir mewadahi air samudera. Wujud Tuhan identik dengan Esensi yang tidak akan pernah mungkin diketahui dan didefinisikan oleh hamba-Nya.
Kalangan sufi mempunyai pendapat yang beragam tentang Wujud Tuhan. Ibnu ‘Arabi misalnya menggambarkan Wujud  Tuhan merupakan jumlah keseluruhan dari segala sesuatu yang diciptakan. Istilah yang digunakannya ialah Wahdatul Wujud (Oneness of Being). Istilah Ibn ‘Arabi seringkali difahami secara sederhana oleh orang sehingga maksud sesungguhnya dari istilah itu tidak tepat. Akibatnya Ibn ‘Arabi sering dituding macam-macam, termasuk menganggapnya sebagai orang sesat yang tidak layak menyandang gelar ulama. Akan tetapi, jika kita mempelajari secara kritis dan sungguh-sungguh maka orang tidak perlu menghujat atau menyesatkan Ibn ‘Arabi. Apa yang dimaksudkan dengan  Wahdatul Wujud oleh Ibn ‘Arabi sesungguhnya ialah kesatuan wujud dan konteks dualitas Ilahi (Divine Duality), yaitu Tuhan mempunyai dua dimensi. Pertama, dimensi al-Ahad, yang tidak akan pernah mungkin diketahui, tak ternamai, dan tak terbandingkan (incomparability). Kedua, dimensi al-Wahid,yang dapat diketahui, ternamai, dan berkeserupaan dan penyamaan (similarity and undifferentiated), sebagaimana hal ini kita ketahui melalui konsep al-Asma’ al-Husna. Pada tataran dimensi kedua inilah Ibn ‘Arabi menempatkan istilah Wadatul Wujud. Di sinilah arti penting konsep Al-Asma’ al-Husna, menurut Ibn ‘Arabi, karena seolah menjadi pintu rahasia untuk mengintip, mengenal, mendekati Tuhan dan bahkan “menyatu” dengan Tuhan. Allah Swt serupa dalam ketakterbandingan-Nya dan tidak bisa dibandingkan dalam keserupaan-Nya.
Kemahaesaan Allah adalah Esa dari yang Esa (ahadiyyah al-ahad) dan sekaligus Maha Esa dari yang Banyak dan keajmukan ciptaan-Nya (ahadiyyah al-ahad). Kemahaesaan-Nya secara mutlak menurut Ibn ‘Arabi adalah Esensinya, sedangkan kemahaesaan “relatif”-Nya diperkenalkan-Nya di dalam al-Asma’ al-Husna. Konsep keesaan Tuhan dijelaskan oleh Ibn ‘Arabi dengan menggunakan konsep matematika ad infinitum­-nya Pytagoras, yang mengatakan satu sama dengan setengah dari dua. Tidak ada bilangan dua, tiga, empat dan seterusnya tanpa bilangan satu. Jadi semua berawal dari angka satu untuk semua bilangan yang lebih tinggi.
Dualitas Ilahi di sini samasekali tidak ada maksud untuk mengusik konsep keesaan Allah Swt. Sebagai ilustrasi untuk dan demi memudahkan pemahaman, ibarat sebuah mata uang yang mempunyai dua sisih yang berbeda. Meskipun dua sisihnya berbeda bahkan mungkin kontras, tetapi tetap satau mata uang.  Pada sebuah mata uang bisa saja pada satu sisihnya dapat dikenali karena terdapat nama dan angkanya. Akan tetapi pada sisihnya yang lain tidak dikenali karena memang tidak terdapat identitas yang dapat dikenali atau tertutup.
Dualitas Ilahi memberikan implikasi psikologis kepada seorang hamba, antara lain ada ketakutan tetapi ada juga pengharapan; ada kontraksi tetapi ada ekspansi; ada keakraban ada keterkaguman; ada pemusatan ada penyebaran; ada kehadiran ada ketiadaan; ada kemabukan ada kewarasan; ada penafian ada penetapan; dan ada penyembuyian dan ada pengungkapan. Jadi nama-nama indah (al-Asma’ al-Husna) mengimlikasikan nuansa keindahan dalan realitas pisik dan psikis manusia.
Pemahaman konsep Dualitas Ilahi menjadi amat penting bagi kita untuk memahami lebih jauh Wujud dan substansi Tuhan. Ada ungkapan menarik Ibn ‘Arabi sebagaimana dikutip Sachiko Murata bahwa: “Jika engkau bicara soal ketakterbandingan, engkau telah membatasi. Jika engkau berbicara soal keserupaan engkau juga membatasi. Jika engkau membicarakan keduanya itu yang tepat dan engkau bakal mencapai ma’rifat.”[4] Jika pernyataan ini kita anggap benar maka mungkin bisa membuat kita merefisi konsep keesaan Tuhan seperti yang selama ini mapan di dalam masyarakat kita. Kadang kita ingin benar dalam berakidah dan takut akan bahaya kemusyrikan, tetapi tidak sadar kita bisa terjebak di dalam kekeliruan fatal.
Konsep “penyamaan” (undifferentiation) sebagaimana disebutkan di atas lebih dekat kepada kesatuan (unity) dan aktifitas (activity/fa’iliyyah) Tuhan, sedangkan konsep pembedaan dan ketakterbandingan (differentiation) Tuhan lebih dekat pada kemajemukan (multiplicity) dan reseptifitas Tuhan (receptivity/qabiliyyah). Memang dalam hal ini ada dua hal dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan, yaitu wujud (eksistensi) dan haqiqah (realitas),  serta ‘ain (entitas) dan sya’i (sesuatu) atau ma’lum (penegetahuan Ilahi).
Allah Swt menimbulkan realitas dan realitas menimbulkan entitas (Muatstsir), yang bertindak, dan ma’tsur yang menerima tindakan. Allah memerlukan sang hamba jika Dia harus menjadi Tuhan dan sang hamba memerlukan Allah jika dia harus menjadi hamba. Seolah-olah dalam hal ini makhluk sebagai “subsistensi” Tuhan, dan Tuhan “substensi” makhluk. Satu sama artinya dengan dua. Masing-masing bilangan saling membutuhkan satusama lain. Seolah-olah menurut Ibn ‘Arabi, Allah Swt adalah Dialah Yang Maha Esa sekaligus Dia jugalah Yang Banyak itu. Allah tidak banyak dalam eksistensi. Akan tetapi pengetahuan-Nya mempunyai banyak obyek, sebab Allah mengetahui segala sesuatu.
Kesatuan wujud dan kemajmukan pengetahuan-Nya adalah identik. Zat Maha Benar dikenal sebagai kesatuan dari keserbameliputan (all-comperhensiveness/ahadiyyah al-jam’). Dalam perbandingan Sachiko Murata, ia menyebutkan Wujud adalah Yang karena aktifitas-Nya melahirkan sesuatu. Sesuatu itu adalah Yin karena reseptivitasnya memungkinkannya untuk menjadi ada.
Konsep al-Asma’ al-Husna dapat digunakan bukan hanya untuk memahami Tuhan tetapi juga untuk memahami lebih mendalam diri manusia itu sendiri. Pemahaman konsep al-Asma’ al-Husna merupakan bagian yang takterpisahkan dengan keseluruhan konsep Al-Qur’an dan Hadis. Dalam Al-Qur’an dan hadis diperoleh informasi tentang kapasitas dan dimensi manusia. Prtama, dimensi lahiriah manusia sebagai hamba, mencerminkan kejauhan dan ketakterbandingannya dengan Tuhan. Kedua, dimensi batiniah manusia sebagai khalifah, mencerminkan kedekatan dan keterbandingannya dengan Tuhan. Dualitas manusia ini merupakan cerminan dari konsep Dualitas Ilahi sebagaimana  telah disebutkan.
Transkripsi lahiriah manusia sama dengan makrokosmos, yaitu sebagai hamba yang mencerminkan adanya jarak dan ketakterbandingan dengan Tuhan, tetapi transkripsi batiniah, manusia memiliki unsur suci (lahut/malakut), karena itu manusia dipilih sebagai khalifah dan mencerminkan adanya kedekatan dan “keserupaan”. Manusia selalu dituntut meneladani dan menyerupakan sifat-sifatnya dengan sifat-sifat Rububiyah Tuhan. Keberhasilan manusia meneladani dan menginternalisasikan sifat-sifat Rubibiyah itu maka manusia berpotensi untuk meningkatkan makrifat[5] melalui pengetahuan dan  ketatakwaan, membersihkan diri dari perbudakan hawanafsu dan  syahwat, dan menyucikan jiwa dengan berakhlak Allah.
Polarisasi nama-nama Tuhan tentu tidak untuk memberikan legitimasi bentuk pendekatan diri kepada Tuhan di dalam masyarakat kita, yaitu pola pendekatan yang lebih menekankan kepada aspek fikih dan yang lainnya ke aspek tasawuf. Pola pendekatan pertama, Fikih, seolah-olah lebih menekankan aspek ketakterbandingan (uncomparability), sehingga manusia terkesan jauh, transenden, dan bentuk penghambaan dirinya lebih menekankan aspek ketakutan kepada Zat Yang Maha Penghukum. Sedangkan pola kedua, lebih menekankan aspek keterbandingan (cmparability), sehingga manusia terkesan dekat, immanen, dan bentuk penghambaan dirinya lebih menekankan aspek cinta dan kerinduan kepada Zat Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Tentu di sini tidak dimaksudkan untuk membenarkan satu kelompok dan menyalahkan kelompok lain, tetapi secara umum dapat dinilai bahwa dengan menempuh pendekatan pertama semata maka ibadah bagi yang bersangkutan masih lebih merupakan suatu beban dan kewajiban. Sedangkan kelompok kedua lebih berpotensi merasakan ibadah sebagai sebuah kebutuhan, bukan lagi sebagai beban. [Nasaruddin Umar]


[1]Pembahasan yang cukup mendalam mengenai masalah ini dapat dilihat dalam, Sachiko Murata,  The Tao of Islam, A Sourcebook on Gender Relationships in Islamic Thought, New York: State University of New York, 1992.
[2]Nama-nama maskulin (masculine names), yaitu nama-nama yang menggambarkan keperkasaan, ketegaran dan kemahakuasaan Tuhan, seperti  Maha Agung (al-Jalal), Maha Keras (al-Qahhar), Maha Pendendam (al-Muntaqim),  Maha Pemaksa (al-Jabbar), Maha Suci (al-Quddus), dan Maha Takterjangkau (al-’Izzah).
[3]Nama-nama feminine (feminine names), yaitu nama-nama yang menggambarkan kelembutan, ketulusan, dan dan kemahapenyayangan Tuhan, seprti Maha Indah (al-Jamal), Maha Lembut (al-Lathif), Maha Pengasih (al-Rahman), Maha Penyayang (al-Rahim), Maha Pemaaf (al-’Afuw), Maha Penyantun (al-Halim), dan Maha Sabar (al-Shabur).
[4]Murata, Op. cit., h. 52.
[5]Makrifat berasal dari bahasa Arab dari akar kata ‘arafa - ya’rifu berarti memahami dan sekaligus menghayati secara mendalam akan sesuatu yang menjadi obyek. Ma’rifah, kemudian diindonesiakan dengan “makrfat” berarti mengenal lebih dalam dan sekaligus menghayati dan meresapi esensi dan makna keberadaan Allah Swt. Tidak hanya memahami atau mengetahui secara teoritis (‘alim), tetapi menghayati dan meresapi serta merealisasikan wujud pwnghayatannya itu di dalam kerengung, berfikir, bertutur, dan berprilaku. Memang tidak semua álim itu ‘arif dan tidak mesti harus menjadi ‘alim untuk menjadi ‘arif, tetapi idealnya jika kealiman dan kearifan itu menyatu di dalam sebuah pribadi.

Rabu, 14 Maret 2012

UPAYA MEMINIMIMALKAN DAMPAK PENYESUAIAN HARGA BBM TERHADAP BIAYA HIDUP MASYARAKAT INDONESIA


UPAYA MEMINIMIMALKAN DAMPAK PENYESUAIAN HARGA BBM TERHADAP BIAYA HIDUP MASYARAKAT INDONESIA

Alie Sadikin dan Panky Tri F*

ABSTRAKSI

Pencabutan subsidi BBM yang tercermin pada kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005 mendapat pro dan kontra dari masyarakat. Kompleksnya permasalahan serta adanya pro dan kontra dari masyarakat tersebut,  mendorong kami untuk melihat dan mengkaji permasalahan lebih mendalam, dengan harapan dapat memunculkan ide dan gagasan untuk meminimalkan dampak negatif dari sebuah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam hal ini kebijakan penyesuaian harga BBM. Metode penulisan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan membandingkan perkembangan harga BBM dan IHK dengan menggunakan data penelitian sebelumnya, dengan menambahkan variable kulitatif yang dikuantitatifkan (Dummy variable). Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara mengolah data yang sudah terkumpul oleh berbagai pihak secara setatistik dengan menggunakan metode ECM (Error Corection Model) untuk melihat pengaruh penyesuaian harga BBM terhadap biaya hidup masyarakat dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Perkembangan terakhir, harga minyak dunia mengalami trend yang semakin menurun, sehingga apabila pemerintah ingin menerapkan kebijakan penyesuaian harga minyak, maka sebaiknya pemerintah harus konsekuen menjalankan kebijakan tersebut. Dengan asumsi harga minyak dunia sekarang sekitar USD$ 50 per barel, sehingga ada selisih harga sebesar USD$ 7 per barel, hal tersebut dikarenakan dalam APBN 2006, pemerintah mematok harga minyak sebesar USD$ 57 per barel. Menurut Indonesia crude price (ICP) harga minyak di Indonesia bias turun menjadi USD$ 48-46 per barel. Artinya harga BBM di Indonesia bisa turun sebesar 10%-20% dari harga sekarang. Perhitungan secara kuantitatif dengan menggunakan ECM diperoleh bahwa dalam jangka pendek BBM memiliki koefisien sebesar 0,311 sehingga berdampak pada IHK sebesar 3,11% untuk kenaikan BBM sebesar 10% dan 6,22% untuk kenaikan BBM sebesar 20%, sedangkan dalam jangka panjang BBM memiliki koefisien sebesar 0,219 sehingga berdampak pada IHK sebesar 2,19% untuk kenaikan BBM sebesar 10% dan 4,38% untuk kenaikan BBM sebesar 20%. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang kenikan 10%-20% harga BBM tidak begitu signifikan terhadap IHK. disamping turunnya IHK akibat turunnya harga BBM tidak serta merta dapat menurunkan IHK secara riil, hal tersebut dikarenakan efek psikologis masyarakat yang ingin mengambil keuntungan pasca kenaikan harga BBM pada tanggal 1 Oktober 2005. Akan tetapi jika pemerintah tidak menurunkan harga BBM akibat turunnya harga minyak dunia, maka dikawatirkan akan timbul mosi tidak percaya masyarakat terhadap pemerintah. Rekomendasi kebijakan secara umum adalah  memandang perlunya transparansi pengalokasian dana selisih harga minyak di Indonesia akibat turunnya harga minyak dunia.


* Economics, Airlangga University, Surabaya, Indonesia.