Halaman

Senin, 12 Juli 2010

BUDAYA KEBERSAMAAN DI LP3I


Budaya dan Manusia
Manusia sebagai mahluk social membutuhkan entitas kehidupan lainnya, tidak akan bermakna sebuah nilai tanpa di pacu oleh mahluk lainnya dimana komunitas itu berada dan tentu komunitas dalam kehidupan manusia itulah lahirlah budaya, yang lebih spesifik lagi disebut budaya kebersamaan. Budaya makan enggak makan asal kumpul, gemeinschaft (paguyuban) atau mezzo-structures suatu bentuk interaksi sosial kekeluargaan, solidaritas sosial, perasaan menjadi satu kesatuan dalam rasa sepenanggungan, tenggang rasa atau tepa selira dengan nilai-nilai moral berupa penghormatan sesama manusia, tanggung¬ jawab, kejujuran, kerukunan, dan kesetiakawanan.
Disadari ataupun tidak disadari akhir-akhir ini telah menjauh dari kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Kebersamaan yang indah yang mulai terkikis oleh budaya-budaya indivi¬dualis. Pandangan hidup yang mengagung-agungkan kebebasan personal yang mendorong manusia untuk mendahulukan kepen¬tingan dan kebebasan pribadi tanpa memikirkan hak-hak orang lain. Sikap ini acapkali menjerumuskan manusia ke dalam perbenturan dengan pihak lain dalam hidup sosial. Penyanjung kebebasan seakan-akan tinggal di luar entitas sosial dan seolah-olah mereka tidak berdampingan dengan sesama. Keberadaan budaya kebersamaan sekarang lebih menjadi nilai-nilai yang semu dan artifisial, Menjauh dari titik nyatanya dan hanya sekedar simbol dipermukaan. Pudarnya nilai-nilai luhur telah menjadikan masya¬rakat Indonesia menjadi ‘kasar’ dan tanpa perasaan, dan semakin menguat manakala hukum tidak lagi mempunyai kewi¬bawaan untuk mengatur Kita. Jika terus sperti ini, apakah kita masih layak disebut sebagai suatu bangsa?

Bangsa pada dasarnya merupakan suatu bentuk solidaritas kolektif; yang mana lebih menonjolkan elemen kebersamaan dan tidak menyoroti masalah ketidaksamaan ataupun eksploitasi. dalam konteks definisi kelompok social, Ferdinand Tonnies mengemukakan bahwa kelompok sosial adalah suatu bentuk kehidupan bersama, dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal. Batasan ini disebut Tonnies sebagai paguyuban atau gemeinschaft.

Tonnies menyebutkan beberapa ciri peguyuban, yaitu;
(1)intimate, hubungan menyeluruh yang mesra antar individu dalam kelompok masyarakat.
(2)Private, hubungan yang bersifat pribadi antar sesama anggota masyarakat, karena faktor pertalian darah. Dan yang ketiga adalah exclusive, yakni hubungan yang tertutup antara segenap anggota masyarakat sebagai suatu paguyuban. Oleh karena itu di dalam gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu common will (kemauan bersama), dan juga ada suatu understanding (pengertian bersama), serta kaidah yang timbul dengan sendiri dari kelompok tersebut. Tujuannya adalah menciptakan keseimbangan (yang harmonis) antar anggota kelompok. Asas persaudaraan ini dijaga oleh institusi negara yang memiliki kemampuan menjangkau segenap anggota dari suatu bangsa. Fungsi lain dari suatu bangsa adalah merusmuskan dan menegakkan aturan permainan, entah dalam kehidupan ekonomi, dan politik, maupun kemasyarakatan yang disepakati oleh anggotanya.
Bangsa dibentuk oleh unsur kebudayaan, sejarah dan warisan tradisi lain yang pernah ada sebelumnya. Dikatakan sebagai suatu solidaritas kolektif karena memiliki lambang-lambang budaya sendiri seperti bahasa yang digunakan dalam wilayah teritorial tertentu, yang sebenarnya mencerminkan suatu kesatuaan. Oleh karena itu, konsep bangsa menonjolkan persaudaraan dan atau kebersamaan. Yang mana kebersamaan ini akan membentuk suatu komunitas politik, bangsa dan negara yang senantiasa mengalami proses rekonstruksi terus menerus sepanjang sejarah perkembangannya.
Kebersamaan di LP3I
Sebuah institusi pendidikan yang kini telah menyebar hampid di setiap penjuru nusantara, LP3I berkembang tumbuh bagai pemuda yang melewati usia remaja dan menuju usia dewasa. 21 tahun LP3I berdiri memiliki karakteristik khusus yang tentu mungkin tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan serupa. Apa yang menjadi ke unikan di LP3I, erikut penulis ingin memaparkan sedikit gambaran soal budaya di LP3I.
1. Walaupun bukan lembaga agama LP3I sangat konsen terhadap kegiatan keagamaan seperti budaya shalat berjamaah serta budaya I’tikaf di mesjid yang dilakukan bukan hanya pada saat bulan ramadhan saja.
2. Budaya saling mendo’akan. Dimana setiap karyawan di anjurkan untuk mendoakan karyawan lainnya, baik atasan maupun sejawat lainnya.
3. Saling mengingatkan jika ada yang mengalami kehilafan
4. Saling menolong jika ada rekan/kerabat rekan yang sedang mengalami musibah
5. Setiap rapat dimulai dengan membaca doa’a (basmalah, solawat) dan Kultum (kuliah tujuh menit)
6. Setiap karyawan di perbolehkan tidak masuk sampai bahkan sampai 4 bulan lamanya jika dia pergi untuk kegiatan keagamaan tanpa mengurangi haknya sebagai karyawan (gaji)
7. Dan beberapa budaya lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan
Fenomena ini sangat menarik, ketika masyarakat Indonesia dan beberapa corporate sudah masuk pada wilayah kebutuhan masyarakat cosmopolitan dimana telah terjadi pergeseran nilai budaya bangsa dan agama akibat pengaruh asing yang memporak-porandakan karakteristik masyarakat kita.mudah-mudahan apa yang dilakukan oleh LP3I menjadi asbab kemaslahatan umat.
Amien

Jadilah Karyawan biasa yang luar Biasa



Mungkin Anda kaget membaca judul ini.namun saya selalu berprinsip "Manjadda Wajadda", siapa yang sungguh sungguh pasti bisa. dalam pandangan saya semua manusia itu sama, Alloh memberikan kelebihan dari yang satu dengan lainnya adalah merupakan kudroti, tapi bukan berarti sesuatunya adalah fatalism atau takdir yang tidak bisa berubah, dalam suatu ayat dalam Alqur'an mengatakan, "Alloh tidak akan merubah nasib sesuatu kaum kalau kaumnya itu tidah mau merubahnya" artinya disini nampak dinamisasi kehidupan manusi yang mana hanya manusianyalah sendiri yang mampu melakukannya, kalau kata Reinald Kasali adalah Change atau perubahan, saya mengajak saudara mulai detik ini merubah....setidaknya merubah paradigma saudara yang mungkin masih menganggap ini adalah :NASIB", kalau masih berpandangan seperti ini ya sudahlah, berarti anda tidak akan menjadi luar biasa saudara hanya biasa biasa saja...

statemen saya hanya karyawan tidak mungkin saya kaya....jelas adalah pembunuhan karakter dan pengkotakan diri sehingga ketika anda berniat untuk keluar kotak pun sangat sulit kecualidengan dorongan besar untuk mewujudkan visi besar yang terangan dalam setiap jiwa saudara.

Ya, buat saya, memang tidak mudah memberikan pernyataan menantang seperti itu,
apalagi kalau harus saya tulis di blog ini. Akan tetapi, harus kita akui, beberapa
tahun terakhir ini, masyarakat kita seperti dibombarbir pernyataan-pernyataan yang
memekakkan telinga seperti ini:
“Jangan mau seumur hidup jadi orang gajian …”
“Mau kaya? Jangan jadi karyawan …”
“Buka Usaha Sendiri adalah kunci menuju kekayaan …”
“Kerja jadi karyawan mah gak akan bisa kaya …”
“Penghasilan gue sih segini-segini aja. Nggak akan pernah bisa gede. Maklum, kuli
…”
… dan seterusnya.
Kalau Anda perhatikan, pernyataan-pernyataan tersebut kebanyakan diungkapkan
oleh mereka yang ingin memotivasi Anda bahwa kalau mau kaya, Anda harus
mempunyai usaha sendiri.
Bahkan, bukan satu dua kali saya melihat buku-buku yang membahas pentingnya
Anda membuka usaha sendiri kalau ingin kaya.
Saya tidak melihat satu pun karyawan yang mencoba membantah opini itu secara
terang-terangan di ruang publik, baik berupa pemikiran di media cetak, media
elektronik maupun di buku seperti yang akhirnya saya tulis sekarang.
Kebanyakan mereka hanya diam, bahkan mungkin setuju dengan penyataan itu.
Nah, repotnya, bagi kebanyakan orang sulit untuk tidak mendapatkan penghasilan
kalau tidak menjadi karyawan. Banyak di antara mereka yang─walaupun memiliki
modal untuk bisa buka usaha─lebih memilih bekerja sebagai karyawan agar bisa
Rahasia Menjadi Kaya …mendapatkan penghasilan rutin dan tetap. Banyak dari mereka yang memutuskan menjadi karyawan karena merasa tidak mempunyai bakat─bahkan tidak mempunyaikeinginan─untuk membuka usaha. Menjadi karyawan, bagaimanapun, adalah
keinginan terbesar yang muncul pada sebagian besar orang di perkotaan bila ingin
mendapatkan penghasilan.

Bahkan mereka yang lulusan dari perguruan tinggi terkenal pun sering kali tidak ingin
menjadi pengusaha; mereka hanya ingin bekerja sebagai karyawan.
Saya tahu ada banyak motivasi yang diberikan orang-orang di sekitar Anda tentang
pentingnya Anda membuka dan menjadi owner dari usaha milik Anda sendiri.
Terhadap keinginan itu, saya hanya ingin mengatakan bahwa kalau Anda memang
mau menjadi pemilik usaha, ya nggak apa-apa. Namun, tidak ada salahnya juga ‘kan
kalau Anda tetap memutuskan untuk menjadi karyawan?
Iya dong. Menjadi karyawan adalah pilihan yang harus dihormati. Logikanya saja
deh, kalau tidak ada orang yang mau jadi karyawan di dunia ini, siapa yang akan
menjalankan bisnis? Tidak ada, kan? Jadi, kalau Anda seorang karyawan, jangan mau
terprovokasi tentang tidak perlunya menjadi karyawan lama-lama. Oleh karena,
bagaimanapun, karyawan dan pengusaha adalah mitra yang sama-sama menjalankan
bisnis.
Cuma saja, karyawan─tentu saja─memiliki hak yang berbeda dengan si pengusaha. Si
pengusaha, yang biasanya pada awalnya juga menjadi pimpinan di perusahaan
tersebut, berhak memecat si karyawan, sementara si karyawan tidak berhak memecat
bosnya.
Satu lagi, banyak pendapat di luar sana─terutama di kalangan wiraswastawan─yang
sering kali “melecehkan” pekerjaan sebagai karyawan. Pelecehan utamanya adalah
bahwa dengan menjadi karyawan Anda tidak akan pernah bisa kaya.
Huh, kata siapa?
Pertanyaan saya, pernahkah Anda melihat karyawan yang kaya? Jangan bilang tidak
pernah. Saya pernah melihatnya. Bahkan sering. Bukan satu dua kali saya melihat ada
banyak karyawan yang bisa hidup makmur, dan tetap menjadi karyawan sampai
pensiun. Sebaliknya, banyak juga di antara karyawan yang kebetulan belum makmur,
kemudian mereka datang ke kantor kami, berkonsultasi, dan setelah itu, dalam
beberapa tahun ia mulai bisa menumpuk kekayaan satu demi satu. Dari sinilah saya
lalu berani mengeluarkan kesimpulan: “Jadi karyawan juga bisa kaya …."

Sebelum memberi tahu bagaimana caranya seorang karyawan bisa mencapai
kekayaan, saya ingin memberi tahu terlebih dahulu tentang kesalahpahaman yang
selama ini terjadi di masyarakat kita. Bahkan, kesalahpahaman ini kadang-kadang
melekat dan tertulis pada kebanyakan buku wirausaha yang sering kali menyarankan
orang untuk tidak menjadi karyawan kalau ingin kaya. Apa itu? Yaitu, banyak orang
yang menyamakan kata “kaya” dengan “penghasilan tinggi”.
Kalau orang mengatakan bahwa “Jika Anda mau kaya, jangan jadi karyawan”,
maksud sebenarnya adalah bahwa “Kalau Anda mau penghasilan tinggi, ya jangan
jadi karyawan karena penghasilan Anda biasanya terbatas dan dijatah oleh orang lain.
Dengan demikian, kalau menunggu penghasilan Anda tinggi mungkin masih akan
sangat lama.”
Lihat bedanya? “Penghasilan Tinggi” adalah bahwa Anda mendapatkan uang masuk
(cash flow) yang besar setiap bulan, sedangkan “Kaya” adalah seberapa banyak Anda
bisa menyisihkan, menyimpan, dan menumpuk aset dari penghasilan yang Anda
dapatkan. Jadi, perbedaannya: kata “Penghasilan Tinggi” berhubungan dengan cash
flow, sementara kata “Kaya” berkaitan dengan seberapa banyak aset yang bisa Anda
dapatkan dari penghasilan tinggi itu.
Nah, masalahnya, dari pengalaman saya, sering kali “penghasilan tinggi” tidak
menjamin Anda bisa “kaya”. Saya sering melihat ada banyak orang yang punya
penghasilan tinggi, bahkan sangat tinggi, entah di kantor atau di bisnisnya, tapi karena
dia tidak bisa mengelola uangnya (entah karena boros atau karena nggak pinter
mengelola), dia tidak juga kaya. Sebaliknya, saya sering melihat ada banyak orang
yang penghasilannya terbatas, tapi karena dia pintar mengelola, dia bisa hidup kaya
dan makmur.
Contohnya, banyak pengusaha─sekali lagi, pengusaha─yang biarpun punya
pemasukan besar dari usahanya, tetapi hidup sangat boros. Akhirnya, ia tidak pernah
bisa memiliki aset apa-apa dan tidak pernah bisa “Kaya” karena penghasilannya selalu
habis. Sebaliknya, banyak karyawan─sekali lagi, karyawan─yang penghasilannya
terbatas, tapi karena dia bisa mengelola penghasilan dengan sangat baik, dia bisa
mengembangkan uangnya yang sedikit itu menjadi besar dan akhirnya bisa “kaya”. Di
usia tua, dia malah bisa hidup makmur.
Kesimpulannya?
“Karyawan memang memiliki keterbatasan dalam hal penghasilan. Namun, untuk
menjadi kaya, Anda tidak perlu harus menunggu sampai punya penghasilan besar.
Anda tetap bisa kaya berapa pun penghasilan Anda karena kemampuan Anda
mengumpulkan kekayaan tidak dilihat dari berapa besarnya penghasilan, tapi dari
bagaimana Anda mengelola penghasilan itu.”
Mantaaap.

Jadi, mulai sekarang, kalau Anda kebetulan berprofesi sebagai seorang karyawan,
jangan lagi pernah minder kalau bertemu dengan teman Anda yang pengusaha. Teman
Anda yang pengusaha mungkin saja punya penghasilan yang besar dan tidak terbatas
hingga bisa berkali-kali lipat penghasilan Anda sebagai karyawan.
Namun, kalau dalam soal mengelola penghasilan, dia belum tentu lebih baik dari
Anda sehingga bisa saja Anda-lah yang lebih kaya dalam soal finansial daripada
teman Anda yang pengusaha itu. Banyak koq karyawan yang sudah bisa mencapai
banyak hal dalam hidupnya, seperti rumah sendiri, kendaraan sendiri, tabungan,
deposito, dan sejumlah investasi lain, sementara temannya yang pengusaha yang
usianya sama dan sudah lama menjalankan usahanya belum mencapai apa-apa dalam
hidupnya, padahal penghasilan usahanya cukup besar.
Jadi, bedakan antara “kaya” dan “penghasilan tinggi”. Itu adalah 2 hal yang sangat
berbeda.

Anda tetap bisa kaya walaupun bekerja sebagai seorang karyawan. Asyik, kan?
Sekarang, beberapa dari Anda mungkin bertanya: “Bagaimana caranya saya bisa
menumpuk kekayaan kalau penghasilan sebagai karyawan di kantor tidak besar?”
Jangan kaget, dari pengalaman saya memberikan materi tentang pengelolaan
keuangan, ada 3 pemikiran yang harus Anda miliki sebagai seorang karyawan:
1. Berapa pun gaji yang diberikan perusahaan kepada Anda, tidak─sekali lagi
tidak─menjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan. Kalau penghasilan
Anda sekarang Rp.2 juta per bulan, Anda pikir hidup Anda akan lebih baik dan
Anda bisa menumpuk kekayaan kalau perusahaan Anda memberikan gaji Rp.5
juta per bulan? No way, Maan …

Belum tentu. Anda sering dengar nggak: ada banyak orang yang bolak-balik
pindah perusahaan hanya karena mengejar gaji yang lebih tinggi? Kenyataannya,
setelah ia pindah dan punya gaji yang lebih besar, gajinya teteeeeup saja habis
tanpa ada kekayaan yang bisa ditumpuk. Ini karena berapa pun gaji yang Anda
dapat, tidak menjamin apakah Anda bisa menumpuk kekayaan, yang menjamin
adalah bagaimana cara Anda mengelola gaji tersebut, termasuk kalau gaji itu
benar memang ngepas dengan kondisi Anda sekarang.
2. Jangan selalu menjadikan kondisi Anda di rumah─entah Anda banyak
tanggungan, banyak utang, atau boros─sebagai alasan untuk selalu minta
naik gaji. Tahu nggak, kalau Anda mendapat gaji dengan jumlah angka tertentu,
pastilah perusahaan Anda sudah memiliki hitungan sendiri terhadap besarnya
jumlah gaji yang diberikan.
Contoh ya: kalau perusahaan memberikan gaji pada Anda sebesar Rp.2 juta per
bulan, angka itu adalah angka yang memang sudah disesuaikan dengan jabatan
dan daftar pekerjaan (job description) yang harus Anda lakukan setiap harinya.
Perusahaan tidak akan memberi Anda gaji yang juga lebih besar hanya karena
Anda belum punya rumah, belum punya motor, dan selalu kehabisan uang di
tengah bulan.
Perusahaan hanya akan memberi Anda gaji sesuai dengan job description Anda,
bukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di rumah Anda. Artinya, kalau anda
merasa bahwa gaji Anda koq sepertinya nggak cukup untuk membiayai keluarga
Anda yang anaknya banyak, yah, itu bukan salah perusahaan Anda. Toh ketika
anda menambah anak, Anda nggak minta izin dulu ‘kan ke perusahaan?
3. Menjadi kaya bergantung 100% pada apa yang Anda lakukan terhadap
keuangan Anda, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada
Anda. Ya, dalam soal menumpuk kekayaan: you are on your own. Itu urusan
Anda sepenuhnya. Menjadi kaya bergantung pada apa yang Anda lakukan, dan
tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan kepada Anda. Memang sih, akan
enak memang kalau perusahaan memberikan banyak hal kepada Anda sebagai
karyawannya. Akan tetapi, kalau Anda mau kaya, itu semua bergantung pada apa
yang Anda lakukan terhadap penghasilan dan fasilitas yang Anda dapatkan.
Saya sering kali melihat ada banyak orang yang pindah kerja, berharap gaji yang
lebih besar dengan harapan untuk jadi kaya, tapi ia sendiri tidak melakukan apaapa
untuk bisa menjadi kaya. Ia tidak berusaha untuk jadi lebih hemat, ia tidak
berusaha untuk menambah pengetahuannya agar bisa jadi kaya, ia tidak berusaha
mengetahui apa cara yang baik dalam mengelola gajinya, dan tidak berusaha
untuk berubah. Ia hanya meloncat dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk
mendapatkan gaji yang lebih besar agar bisa jadi kaya. Kenyataannya, untuk
menjadi kaya sepenuhnya bergantung pada Anda, tidak selalu pada apa yang
diberikan perusahaan kepada Anda.
Itulah 3 hal yang harus ada di pikiran Anda sebelum memutuskan untuk menjadi kaya
sebagai seorang karyawan.

Bagaimana Caranya?
Banyak orang yang bertanya ke saya: “Pak, kayaknya kok nggak mungkin ya
kita bisa jadi kaya dengan menjadi seorang karyawan? Kalau kaya karena profesinya
pengusaha sih mungkin-mungkin saja. Itu masuk akal. Tetapi, sebagai karyawan?
Memang sih saya pernah melihat ada yang bisa kaya. Tetapi bagaimana caranya kalau
jabatan si karyawan di perusahaan tidak tinggi-tinggi amat? Apa bisa?”
Jawab saya: “BISA …!”
Rahasianya sebetulnya adalah dengan memaksimalkan penghasilan yang Anda
dapatkan. Saya kasih contoh ya: misalkan saja penghasilan Anda sebulan─katakan
saja─Rp.1,5 juta. Anda berkeluarga dengan 1 orang anak. Nah, rahasia untuk bisa jadi
kaya sebetulnya adalah dengan bertanya kepada diri Anda sendiri, seberapa besar dari
Rp.1,5 juta tersebut setiap bulannya yang bisa Anda sisihkan di luar pengeluaranpengeluaran
Anda? Nantinya, bagian yang disisihkan ini harus diputar sedemikian
rupa sehingga nantinya bisa menjadi aset dan membantu Anda menjadi kaya.
Aset di sini maksudnya tentu saja aset yang kelak nantinya bisa memberikan
penghasilan buat Anda. Jadi, di luar gaji, kelak nanti Anda juga akan mendapatkan
penghasilan yang sifat nya pasif dari aset tersebut, yaitu penghasilan yang bisa Anda
dapatkan walaupun Anda diam dan tidak lagi bekerja.
Oke, katakan saja dari Rp.1,5 juta perbulan tersebut Anda mampu menyisihkan
Rp.250 ribu per bulan. Nah, Rp.250 ribu per bulan inilah yang harus Anda putar untuk
bisa dijadikan aset.
Pertanyaannya, bagaimana cara memutar Rp.250 ribu per bulan itu agar bisa
ditumpuk dan dijadikan aset buat Anda kelak? Tentunya ada lagi pelajaran tentang
investasi yang perlu Anda ketahui. Hanya saja, Rp.250 ribu per bulan itu bisa Anda
putar dengan untung yang sedikit atau besar, atau dengan tingkat kecepatan yang
cepat atau lambat. Semuanya kembali kepada Anda.
Sekarang, Anda mungkin akan bertanya: “Kapan bisa kaya kalau jumlah yang diputar
setiap bulan hanya Rp.250 ribu?” Jawab saya: “Anda harusnya bersyukur. Jumlah
Rp.250 ribu per bulan jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Kalau Anda
berprofesi seperti saya, sebagai seorang Perencana Keuangan, Anda akan kaget
karena sering bertemu dengan klien yang punya penghasilan Rp.5─10 juta sebulan,
tapi tidak bisa menyisihkan hanya Rp.100 ribu per bulan. Jadi Anda harusnya
bersyukur masih bisa menabung biarpun cuma Rp.250 ribu per bulan. Kenyataannya,
Anda mungkin akan dapat bonus juga setiap tahun. Itu ‘kan bisa jadi tambahan juga
buat Anda”

Pertanyaan lain: “Gimana cara memutar uang yang hanya Rp.250 ribu per bulan
untuk bisa tumbuh besar dan menjadi aset buat saya kelak?” Jawab saya: “Semua
bergantung pada ke mana Anda memutar uang tersebut. Namun, percayalah, kalau
Anda rutin dan konsisten menyisihkan uang setiap bulan untuk diputar dalam bentuk
investasi, dalam jangka panjang aset Anda tumbuh luar biasa.”
“Walaupun penghasilan Anda sebagai seorang karyawan
umumnya dibatasi, tetapi Anda juga bisa menumpuk
kekayaan bila Anda tahu bagaimana caranya.”
Masalahnya, bagaimana kalau Anda tidak bisa menyisihkan penghasilan untuk
ditabung dan diputar dalam bentuk investasi? Jujur saja, kalau Anda tidak bisa
menyisihkan penghasilan untuk ditabung dan diputar dalam bentuk investasi,
penyebabnya bisa macam-macam. Akan tetapi, apa pun alasannya, berapa pun
penghasilan Anda, harus ada yang bisa disisihkan. Memang, kalau gaji Anda Rp.1,5
juta per bulan dan Anda mencoba menyisihkan uang untuk diinvestasikan, Anda
mungkin tidak lagi bisa hidup dengan Rp.1,5 juta per bulan, tapi lebih rendah dari
jumlah itu. Yaah, anggap saja itu konsekuensi yang harus Anda lakukan untuk bisa
jadi kaya dengan penghasilan yang terbatas.

Itulah sebabnya, pada salah satu kiat disini, akan kita bahas juga tentang
bagaimana Anda bisa mengatur pengeluaran Anda agar─ujung-ujungnya─Anda bisa
menyisihkan penghasilan untuk diinvestasikan. Tentunya, semakin besar penghasilan
Anda, biasanya sih, harusnya akan jadi lebih mudah bagi Anda untuk meyisihkan
jumlah yang lebih besar lagi.

Sebagai contoh, saya bukan ingin mengatakan kalau saya ini sukses secara financial namun setidaknya kita memiliki motivasi besar untuk itu, kecintaan terhadap institusi dimana kita bekerja merupakan sesuatu yang sangat rasional dan kemestian namun rasionalitas itu juga harus proporsional sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kita. saya mungkin tidak ingin terlalu fulgar membuka trik atau tips yang saya jalani dari bisnis yang berjalan, karena usaha yang saya jalani betul-betul berprinsip:
1.BOTOL : Bisnis dengan tangan orang lain
2.BOBOL : Bisnis dengan biaya orang lain
3.BODOL : Bisnis dengan dana orang lain
4.BETUL : Bisnis dengan untung langsung
5.BAGUS : Bisnis Ala Gue Sendiri

maaf ini hanya pemikiran yang saya jalani selama ini, ketika saya mmulai usaha dan jatuh bangun maka tentunya kehawatiran akan jatuh lagi sangat besar, mungkin bisa dikatakan saya saat ini belum berani all out untuk usaha mandiri, karena menganggap uang berputar dan orang yang menjalani dan kita yang dapat untung,makanya saya bilang ini bisnis "ala gue sendiri", mungkin saya kasih sedikit contoh

ketika saya ke Singapore, tahun 2001, sekitar dua hari saya keliling - keliling di pusat bisnis dan perbelanjaan, ketika saya mau kembali pulang saya sempatkan mampir di salah satu tempat hiburan keluarga dekat Changi, saat saya masuk ada sesuatu yang unik sebuah tempat hiburan yang full need, orang disitu mau santai di louge yang nyaman bisa, mau makan menu apa saja ada, mau sambil nonton dengan film pilihan sendiri bisa, mau karaoke dengan private room bisa, badan pegel mau masage bisa, artinya semua keinginan pengunjung terfasilitasi...ketiga kembali pulang selalu terpikir dalam benak saya jika suatu saat saya bisa buka usaha seperti di singapore tersebut, singkatnya saya buka tempat usaha yang spesifikasinya tidak beda dengan itu walaupun kapasitasnya masih kecil namun animo masyarakatnya cukup tinggi saya buka pertama di daerah R Sutami-Bandung, dengan nama Minimax, setelah hampir 2 tahun berjalan saya merasa masih stagnan, akhirnya saya bertemu seorang pengusaha sukses di bandung dan melihat konsep ini salah satu memiliki peluang bagus dan unik, singkatnya kami join dan memperbesar usaha tersebut di daerah DAGO Plaza dengan memiliki louge cukup lumayan, room berjumlah 23 dan karyawan kami saat ini sekitar 17 orang, saat membuka di dago tersebut, sepeserpun saya tidak keluar uang, yang keluar hanya konsep/ide serta keberanian, alhamdulillah rata-rata penghasilan dari Minimax kami per hari bisa encapai omset sedikitnya 10 jt apalagi kalo hari-hari libur cukup ramai, sehingga ada kolega yang mau join dan sekarang sedang proses develoment untuk cabang kami pertama di daerah yang berbeda"sambil promosi nih, kalo penasaran silahkan berkunjung ke tempat kami di dago Plaza bandung lt 2'Minimax Louge Family Movie & Karaoke", buat keluarga besar LP3I atau rekan di blog ada harga special deh...

ini adalah salah satu usaha yang dimodalkan keberanian dan tanpa biaya, mari mulai saat ini kita berfikir kreatif dan innovatif dengan berani membuka usaha mandiri tanpa menggagu kinerja kita sebagai karyawan....salam sukses untuk anda.

KOMUNIKASI KUNCI SUKSES PRESENTER


Mungkin saya katakan hari-hari ini adalah deadline untuk para presenter tentang rentang waktu PMB yang semakin dekat dari batas yang sudah ditentukan, beberapa upaya telah dilakukan oleh para presenter LP3I di setiap cabangnya, mulai tele selling, hunting dan lainnya, namun ada yang berhasil cemerlang dan ada yang mengalami stagnasi, mumpung waktu kita masih cukup mari review dari apa yang telah dilakukan, persoalan dari sebuah presentasi dan kunci sukses dari presenter adalah komunikasi, terlepas saudara sudah mengadop beberapa strategi atau melakukan pelatihan-pelatihan, namun jika implementasi strategi komunikasinya lemah maka upaya andapun akan sia-sia

Komunikasi adalah bagian yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari, begitupun bagi seorang salesman. Komunikasi bisa dalam bentuk lisan dan visual. Berkomunikasi, adalah bagian paling banyak yang harus dilakukan oleh seorang presenter ketimbang pekerjaan lain.

Semakin tinggi jabatan seseorang, tuntutan untuk bisa berkomunikasi lebih baik juga semakin tinggi. Berkomunikasi yang baik, bukan hanya berkaitan dengan konten yang disampaikan, tapi juga mengenai gaya, artikulasi, volume, pemilihan kata, tempo, bahasa tubuh dan visualisasi yang akan membuat konten lebih mudah dicerna oleh audiens. Pada intinya bukan hanya apa yang akan disampaikan, namun juga bagaimana cara menyampaikan.

Tulisan ini akan membahas komunikasi dalam kerangka presentasi penjualan. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam melakukan presentasi penjualan, diantaranya :

1. Persiapan

Persiapan dalam presentasi sama pentingnya dengan presentasi itu sendiri. Persiapan yang matang dan lengkap akan sangat menentukan keberhasilan presentasi. Berikut ini adalah beberapa hal dalam persiapan presentasi :

Analisa Situasi

Dalam analisa situasi, kita harus bisa menemukan alasan mengapa presentasi kita penting bagi audiens. Karena sebagus apapun presentasi anda, tidak akan banyak membantu penjualan jika audiens menilai presentasi anda tidak penting baginya.

Ada beberapa pertanyaan yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri untuk mengetahui seberapa penting presentasi kita bagi audience.

Apakah saya perlu melakukan presentasi?

Apakah presentasi saya tepat untuk situasi perusahaan/audiens?

Apa yang akan terjadi pada perusahaan/audiens setelah presentasi saya?

Bagaimana presentasi saya cocok dengan prilaku perusahaan/audiens?

Bagaimana saya bisa membantu perusahaan/audiens?

Analisa audiens

Berhasil atau tidaknya presentasi kita ditentukan oleh audiens. Oleh karenanya kita harus mengerti siapa yang sedang kita hadapi. Menganalisa audiens bukanlah pekerjaan mudah.

Tugas kita adalah mengetahui latar belakang budaya, pendidikan, aliran politik, posisi dalam perusahaan, keahlian teknis dan pemahaman terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaanya.

Dengan mengetahui profil audiens secara tepat, akan membantu kita menyusun apa saja yang akan kita katakan, dengan gaya santai atau formal, apa yang harus dikatakan dan apa yang harus TIDAK dikatakan.

Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dari audiens, diantaranya:

Seberapa banyak audiens yang tahu tentang saya dan presentasi yang akan saya sampaikan?

Apa yang diharapkan audiens dari saya?

Bagaimana sikap awal audiens terhadap saya dan produk yang saya bawa?

Apakah usia dan jenis kelamin audiens?

Apakah audiens yang hadir memiliki jabatan yang sesuai dengan bidang yang akan disampaikan?

Apakah audiens yang hadir adalah pengambil keputusan?

Apakah pandangan politik dan agama audiens?

Penetapan Tujuan dan Sasaran

Menetapkan tujuan dan sasaran akan membantu kita membuat presentasi yang fokus pada target tertentu yang kita inginkan. Apakah kita ingin menjual produk, layanan ataukah menjual ide. Kita juga harus selalu ingat, bahwa sebenarnya kita sedang menjual kompetensi dan value kita kepada perusahaan/audiens.

Tujuan dan sasaran kita haruslah jelas diketahui oleh audiens. Sebagai pembuka kita bisa menyampaikan ringkasan singkat poin apa saja yang akan dibahas dalam presentasi kita, agar audiens mengetahui apakah apa yang ia harapkan masuk dalam materi presentasi.

Memilih dan membentuk konten

Kita harus berhati-hati dalam membuat konten presentasi. Kadang ini tidak mudah, karena kita perlu membua presentasi yang singkat, menarik dan relevan. Agar presentasi kita menarik, kita harus memilih informasi-informasi yang sangat berarti bagi audiens, misalnya mengenai statistik, testimonial, kasus, ilustrasi, sejarah, dan narasi.

Yang perlu diingat, membuat presentasi menarik dan tidak keluar dari tujuan dan sasaran yang kita tetapkan dari awal.

Memilih Gaya

Memilih gaya yang tepat dalam presentasi berarti kita memilih intonasi, bahasa tubuh, artikulasi dan hal lain yang membuat audiens mengerti apa yang sedang kita tekankan.

Ada bebrapa pertanyaan dalam hal memilih gaya:

Jenis nada bicara seperti apa yang ingin saya gunakan?

Citra diri apa yang ingin saya bentuk?

Level bahasa mana yang cocok dengan audiens?

Cara-cara formal atau informalkah yang akan saya gunakan?

Pendekatan-pendekatan seperti apakan yang diharapkan oleh audiens?

Gaya komunikasi lisan ini akan sangat kita butuhkan, karena kita benar-benar berbicara kepada audiens. Kalimat-kalimat pendek hangat dan ramah bisa jadi pilihan yang baik dalam presentasi.

Mengorganisasikan presentasi

Mengorganisasikan presentasi adalah mengatur urutan ide-ide yang akan kita keluarkan sehingga runut. Presentasi yang terorganisir dengan baik akan membawa audiens kepada satu titik yang kita inginkan tanpa mereka sadari sepenuhnya. Aliran ide yang sangat baik akan mengajak fikiran audiens ikut mengalir kearah yang kita tentukan, yaitu penjualan.

2. Memulai Presentasi

Memulai presentasi diawali dengan mengucapkan salam pembuka, dan menyapa audiens. Buatlah suasana nyaman bagi audiens dan diri kita sendiri. Mulailah dengan membicarakan hal-hal ringan yang tidak terkait dengan presentasi, namun jangan bertele-tele. Setelah kita merasa nyaman, kita bisa memulai presentasi.

3. Mengisi Presentasi

Hal yang paling penting dalam menyampaikan presentasi adalah membangkitkan kesadaran audiens bahwa mereka sedang dalam masalah. Mungkin mereka tidak menyadarinya, dan kita yang menyadarkanya. Ketika mereka telah menyadari bahwa mereka sedang menghadapi masalah, maka kita hadir untuk memberi solusi atas masalah mereka.

Sehebat apapun presentasi kita, tidak akan ada artinya jika mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang memiliki masalah dan masalah itu hanya bisa selesai melalui produk dan layanan dari kita.

Selain itu keberhasilan presentasi ditentukan oleh gaya kita menyampaikan, apakan semangat, penuh keyakinan dan kenikmatan.

Untuk membangkitkan kesadaran audiens terhadap masalah yang sedang mereka hadapi, perlu teknik-teknik penyampaian yang tepat. Ada hal-hal yang perlu diLAKUKAN dan JANGAN dilakukan. Berikut beberapa hal mengenai LAKUKAN dan JANGAN lakukan.

(lakukan) Berbicara dengan jelas.

Jangan terburu-buru, berbicaralah dengan perlahan dan artikulasi yang tepat.

Jangan berbicara dengan monotone, gunakan kecepatan dan nada bervariasi.

Lakukan kontak mata, namun jangan terpaku pada satu orang saja.

Lihat reaksi bahasa tubuh audiens, apakah mereka bergairah atau bosan?

Jangan terlalu banyak bergerak.

Jangan berbicara menghadap layar visualisasi.

Beberapa poin penting lakukan dengan penekanan baik dengan intonasi atau dengan bahasa tubuh.

Hal yang paling penting dalam menyampaikan presentasi adalah membangkitkan kesadaran audiens bahwa mereka sedang dalam masalah. Mungkin mereka tidak menyadarinya, dan kita yang menyadarkanya. Ketika mereka telah menyadari bahwa mereka sedang menghadapi masalah, maka kita hadir untuk memberi solusi atas masalah mereka.

Sehebat apapun presentasi kita, tidak akan ada artinya jika mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang memiliki masalah dan masalah itu hanya bisa selesai melalui produk dan layanan dari kita.

Selain itu keberhasilan presentasi ditentukan oleh gaya kita menyampaikan, apakan semangat, penuh keyakinan dan kenikmatan.

4. Alat Bantu Visual

Alat bantu visual akan membantu mempermudah menyalurkan ide kepada audiens. Presentasi lebih persuasif, lebih profesional, dan lebih menarik menggunakan alat visual daripada yang tidak menggunakan alat.

5. Penutup

Pada saat kita menutup presentasi, coba kita simpulkan apa yang sudah kita sampaikan. Intinya adalah kembali mengingatkan kegusaran audiens terhadap masalahnya dan mendengungkan solusi. Dengan rangkaian kata-kata yang baik, kata terakhir ini akan selalu terkenang atau terngiang-ngiang ditelinga audiens paling tidak selama 24 jam setelah presentasi.

Pada saat itulah saat yang paling baik untuk melakukan negosiasi. Jangan lupa, bahwa tujuan kita adalah menjual, bukan pertunjukan presentasi. Jadi lakukan closing segera, baik pada forum presentasi atau sejenak setelah presentasi ditutup dan kita melakukan pembicaraan dengan orang-orang pengambil keputusan.

Semoga tips ini bermanfaat untuk anda, salam sukses PMB 2010...!

PENJELASAN KONSEPSI dan GRAND STRATEGY LP3I PUBLIC RELATIONS


PENJELASAN KONSEPSI dan GRAND STRATEGY
LP3I PUBLIC RELATIONS

A. HAL-HAL POKOK DALAM PR.
Public relation is a management function that helps achieves organizational objectives, define philosophy and facilitate organizational change. Public relations practitioners communicate with all relevant internal and external publics to develop positive relationship and to create consistency between organizational goals and societal expectations. Public relations practitioners develop, execute and evaluate organizational programs that promote the exchange of influence and understanding among an organization’s constituent parts and publics (Otin Baskin, et. al, 1997:5)
(PR adalah fungsi manajemen yang membantu meraih tujuan organisasi, merumuskan filosofi dan memperantarai perubahan organisasi. Praktisi PR berkomunikasi dengan seluruh publik internal dan eksternal yang terkait untuk membangun hubungan positrif dan untuk menciptakan konsistensi antara tujuan organisasi dan harapan masyarakat. Praktisi PR mengembangkan, melaksnakan dan mengevaluasi program organisasi dengan mendorong pertukaran pengaruh dan pengertian antara bagian-bagian pokok dan publik organisasi)
Kebanyakan perusahaan-perusahaan di Indonesia kurang menempatkan pentingnya Public Relations. Hal ini tentunya berbeda dengan negara- negara maju seperti di Amerika maupun Eropha yang mengedepankan posisi PR sebagai ujung tombak roda organisasi perusahaan. Era persaingan saat ini tentuntunya sudah menjadi keharusan, bahwa PR merupakan kunci keberhasilan terciptanya suatu branch image yang merupakan citra yang harus dibangun dalam perusahaan tersebut. Terlebih LP3I yang khususnya bergerak di bidang pendidikan yang menghadapi berbagai tantangan dengan daya saing yang cukup kompetitif, daya minat memiliki rating yang tinggi namun daya belinya masih dikategorikan rendah, hal ini tentunya diperlukan langkah-langkah strategis tertentu. Sebenarnya dengan popularitas, jaringan maupun keberhasilan siswa didiknya merupakan suatu citra positif yang harus terus di gali, dipertahankan dan di kembangkan.

Ada beberapa langkah penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan sebagai pendobrak daya saing, dengan meminjam bahasa Phip Kotler antara lain;

1. Product (product-produk apa saja yang dihasilkan LP3I)
2. Price (apakah biaya terlalu mahal, sedang atau murah?)
3. Place (apakah tempatnya strategis?)
4. Promotion (sejauhmana langkah-langkah promosi yang dilakukan?)
5. Power (bagaimana kekuatan LP3I di mata masyarakat, pemerintah maupun stake holders)
6. Public Relation(apakah sudah memaksimalkan peran dan fungsi internal dan eksternal PR?)




Untuk pengembangan PR ada beberapa kualifikasi penting yang merupakan suatu bangian yang terinterasi antara satu dengan yang lainnya

1. ability to comunicate
2. ability to organize
3. ability get on with people
4. personal integrity
5. imagination

Kemampuan manajerial berbagai kegiatan
- PR special events
- Business meeting
- Konferensi pers
- Manajemen PR krisis
- Publisitas
- Kegiatan dengan keterampilan manajemen
- Memiliki banyak ide dan kreatif
Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni
1. LP3I Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
2. LP3I Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
3. LP3I Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan

Public Relations, seberapa penting untuk diperhatikan ?
Dalam manajemen umum kita mengenal istilah MBO (Management by Objective) yang secara formal disebut Total Management System. Dalam konteks Public Relations, Manajemen Public Relations lebih menekankan pada hasil akhir dibandingkan evaluasi kinerja suatu proyek. Beberapa prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam menerapkan sistem MBO ke dalam Manajemen Public Relations, antara lain :
Public Relations merupakan suatu hal vital dalam perusahaan. Vital karena berhubungan dengan kemampuan membentuk opini. Dalam hal ini seorang manajer dan Direksi harus memiliki keterampilan dalam bidang Public Relations untuk memberikan opini, pandangan yang berkaitan dengan bidangnya dan berhubungan dengan citra perusahaan. Public Relations dapat diformalkan menjadi Departemen/Divisi jika bidang komunikasi yang harus ditangani sudah meluas dan LP3I sudah berkembang pesat.
1. Tugas Public Relations bagi LP3I adalah mengumpulkan fakta dan memberikan masukan kepada pihak perusahaan, misalnya pemberian data bagi pimpinan untuk persiapan rapat umum pemegang saham.
2. Cara kerja Public Relations harus berdasarkan skala prioritas, Public Relations bekerja berdasarkan program yakni program mana yang menjadi prioritas dan sangat mendesak.
3. Evaluasi kegiatan Public Relations, melalui Self Evaluation (bagaimana kinerja Public Relations dapat dinilai secara internal oleh karyawannya) dan Polling (bagaimana citra LP3I di mata masyarakat).
4. Sumber-sumber Public Relations harus dapat dimanfaatkan. Pengertian sumber tidak hanya internal Public Relations melainkan dari bagian/departemen lainnya. Data tersebut diharapkan dapat dipakai kapan saja. Untuk perusahaan yang besar dibutuhkan dana publikasi yang cukup banyak untuk diinformasikan luas kepada khalayak.
5. Seberapa jauh kontribusi Public Relations pada tujuan akhir perusahaan ? Setiap personil yang memberikan input kepada Public Relations dapat diolah menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek perusahaan. Dalam hal ini Public Relations tidak memiliki blue print atau standar tertentu tetapi lebih didasarkan pada program yang cocok dengan LP3I.

B. BAGIAN-BAGIAN PUBLIC RELATION

1. Marketing Public Relations

“Marketing Public Relations works because it adds value to product through its unique ability to lend credibility to product message”. Philip Kotler
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting organisasi/perusahaan yang bertugas menicptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif.
Dalam bukunya The Marketer’s Guide to Public Relations, Thomas L Harris mengatakan,
Marketing Public Relations is the process of planning and evaluating programs, that encourage purchase and customer through credible communicayion of information on impression that identify companies and their products with the needs concerns of customers
Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni
1. Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
2. Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
3. Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan
Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informative, peusasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan.
Peranan Marketing Public Relations
Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu :
1. Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
2. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.
3. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif
4. Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)
5. Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk ( pre-project selling) yang akn diluncurkan serta mampu bersaing di marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya
6. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering and finally concumming it”.
Sementara itu dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations berperan untuk :
1. Menumbuh kembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya saling pengertian bagi kedua belah pihak.
2. Membina hubungan positif antar karyawan (employee relations) dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan tumbuh corporate culture yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja serta profesionalisme tinggi serta memiliki sense of belonging terhadap perusahaan dengan baik.
Untuk merealisasi tujuan dan peranannya dengan baik, Marketing Public Relations diwujudkan dengan berbagai program komunikasi seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Mulai dari komunikasi lisan tulisan, komunikasi cetak (majalah, press release, brosus), sampai komunikasi elektronik melalui radio, internet maupun televisi.


2. Public Relations Officer
The Public Relations Officer must be an expert in Communication aspects.-Newson and Siefried
Melihat peran, fungsi, tugas dan program kerja public relations yang begitu luas dan penting, seorang public relations officer atau public relations practitioner haruslah seorang yang benar-benar handal dan berkemampuan professional.
Berdasarkan kemampuannya sebagai pelaksana/pejabat public relations, public relations officer harus mampu :
1. Menarik perhatian publik melalui berbagai kegiatan publikasi kreatif, inovetif, dinamis dan menarik. Bisa dengan menggunakan teknik AIDDA, yakni ,
o Attention ( berusaha menarik perhatian )
o Interest ( membangkitkan minat)
o Desire ( membangkitkan hasrat )
o Decision ( mendorong pengambilan keputusan )
o Action ( mendorong melakukan aksi/tindakan )
2. Mengamati dan menganalisa suatu persoalan/masalah berdasarkan fakta di lapangan, perencanaan kerja, berkomunikasi, dan mampu mengevaluasi suatu problematic yang dihadapi.
3. Mempengaruhi pendapat umum melalui kekuatan publik relations dalam merekayasa pandangan atau opini publik yang searah dengan kebijakan organisasi yang diwakilinya.
4. Menjalin suasana kondusif, saling percaya, toleransi, saling menghargai, dan lain sebagainya dengan berbai pihak terkait.
Beradasarkan kedudukan dalam manejemen perusahaan, atau dikaitkan dengan fungsi manajemen dalam perusahaan, public relations officer harus mampu :
1. Menjelaskan tujuan-tujuan organisasi kepada publiknya. Dan ini akan bisa tercapai jika ia benar-benar memahami pesan yang akan disampaikannya.
2. Memperlancar pelaksanaan public policy-nya. Jangan sampai pesan/informasi yang disampaikan membingungkan.
3. Melihat ke dapan atau memprediksi sesuatu secara tepat, berdasarkan pengetahuan dara atau sumber informasi secara actual dan factual yang menyangkut kepentingan semua pihak.
Sementara berdasarkan fungsi komunikasi dalam organisasi, seorang public relations officer harus mampu menguasai seluruh aspek dan teknik komunikasi atau unsure-unsur pokok dalam proses komunikasi, yaitu :
1. Source ( communicator), individu atau pejabat PR yang berinisiatif sebagai sumber atau penyampai pesan.
2. Message, pesan, gagasan, ide yang akan disampaikan kepada komunikan.
3. Channel, media, sarana atau saluran komunikasi yang akan digunakan untuk penyampaian message.
4. Target Audience/public ( communican), individu, kelompok yang akan menerima message.
5. Effect, perubahan/ dampak yang terjadi pada diri komunikan setelah menerima message.

C. JENIS-JENIS KEGIATAN
1. Pameran
“Knowledge is absorted through the five senses assessed in the following proportions,are, sight, hearing, touch,smell, and taste. Jack Dobe”. (Audio Visual Advertising)
Berbagai penelitian membuktikan, pesan komunikasi lebih mudah diterima dan dimengerti komunikan jika diberikan dalam bentuk pesan tulisan/gambar atau bentuk lain yang memanfaatkan penggunaan indera mata. Hampir 90% informasi bisa mudah diserap melalui indera mata. Berdasarkan pertimbangan itu pula, pameran banyak diselenggarakan organisasi/instanti untuk memberikan informasi kepada publiknya selain menggunakan bentuk komunikasi lain.
Pameran adalah media periklanan/kegiatan yang menunjukkan sesuatu kepada publik/umum mengenai kelebihan dan keunggulan produk/jasa tertentu. Tentu saja dengan tujuan akhir, publik/audience bisa menggunakan produk/jasa yang ditawarkan.
Yang menjadi kelebihan pameran dibanding kegiatan lainnya adalah, publik dapat menyaksikan peragaan proses produksi barang atau benda tertentu, dapat bertanya sepuasnya, bahkan mungkin mencobanya. Karena dinilai efektif ini pula, perusahaan banyak mengagendakan pameran sebagai kegiatan rutin mereka.

Klasifikasi Pameran

1. Beradasarkan Jenisnya.
1.
1. Pameran Barang, yang dipertunjukan adalah benda-benda yanh umumnya berbentuk asli, misalnya pameran automotif mobil atau motor, pameran elektronik. Tujuannya, pengunjung bisa termotivasi untuk membeli.
2. Pameran Kegiatan/Jasa, memperkenalkan atau mempertunjukan proses suatu pembuatan barang/produk.
2. Berdasarkan Sifatnya,
1. Pameran Khusus, diselenggarakan secara mandiri oleh organisasi tertentu misalnya persatuan penggemar perangko, pelukis dll.
2. Pameran Bersama, pameran yang diselenggarakan bersama-sama perusahaan lain, baik perusahaan sejenis maupun tidak sejenis. Misalnya Jakarta Fair.
3. Pamern Umum, hampir sama dengan pameran bersama, tetapi temanya lebih luas.
3. Beradasarkan Frekuensinya.
1. Pameran Berkala, diadakan secara berkala.
2. Pameran Insidental, diadakan apabila dianggap perlu.
4. Berdasarkan Lingkup Geografis
1. Pameran Lokal, diadakan di sebuah kita untuk menginformasikan kegiatan organisasi/perusahaan setempat.
2. Pameran Nasional, ruanglingkupnya nasional.
3. Pameran Internasional, diikuti oleh perusahaan berbagai negara.
Perencanaan Pameran
1. Menentukan Tema. Harus ditentukan tema yang tepat, usahakan khas dan bisa menarik perhatian publik.
2. Penelaahan, menyangkut fasilitas. Tempat, situasi dan dana penunjang atau sponsorship.
3. Menentukan Kontraktor, terutama jika pameran yang dilakukan bertaraf nasional/internasional.
4. Menetapkan Jenis Barang/Produk/Jasa. Perlu diperhatikan barang/produk/jasa yang akan dipamerkan harus disesuaikan dnegan tema,acara dan ukuran ruang pameran.
5. Menentukan Personel. Ini penting karena orang yang terlibal harus benar-benar bisa bertanggungjawab secara professional terhadap aktivitas pameran/
6. Mempersiapkan brosur/bahan tulisan yang akan membantu menerangkan produk/barang/jasa yang ditawarkan.


2. Special Events

Special events is an event of which usually produce to gain favourable attention in media for your client, your company or your product.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menarik perhatian dan minat publik terhadap produk/jasa atau kebijakan organisasi.perusahaan, public relations bisa menyelenggarakan acara-acara khusus.
Secara khusus, public relations special events bisa meningkatkan 4 unsur penting :
1. Awareness ( pengenalan) produk/jasa,policy, organisasi
2. Pleasure, upaya pemenuhan selera publik
3. Knowledge, meningkatkan pengetahuan publik
4. Image, meningkat citra positif perusahaan.
Bentuk Special Events dilihat dari jenis kegiatannya terdiri dari :
1. Acara peresmian. Peresmian gedung/fasilitas baru, kantor cabang, dll
2. Acara peringatan tertentu, missal peringatan Isra Mi’raj, peringatan Hari kemerdekaan
3. Acara komersial, peluncuran produk barang/jasa tertentu
4. Acara Sosial, misalnya pemberian santunan yatim piatu, sumbangan bencana, dll.
Bentuk-bentuk special events yang sudah dikenal saat ini di antaranya :
1. Festival, misalnya LP3I FUTSAL COMPETITION
2. Fair, misalnya Jakarta Fair, Jabar Fair
3. Parade, biasanya menghadapi perayaan hari-hari besar tertentu.
4. Seminar, acaranya lebih formal, membahas tema tertentu.
5. Open house, mengundang publik untuk mendatangi perusahaan guna melihat langsung perusahaan tsb.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan special events;
1. Penyusunan jadwal, mulai dari persiapan, pelaksanaan atau kegiatan serta tema dari special events itu sendiri, dan dukungan dana (budget) fasilitas, personel (manajemen) serta kemudian evaluasinya.
2. Personel yang terkait mensukseskan acara. Mulai dari panitia pelaksana, sponsorhip, tamu undangan, sampai master of ceremony.
3. Rancangan pelaksanaan kegiatan, bagaimana bentuk penyajian dll.
4. Tujuan khusus dan umum special events tersebut.

3. Public Relations Writing
Public Relations Writing adalah segala bentuk penulisan naskah public relations dalam sebuah organisasi/instansi.
PR Writing terdiri dari beberapa jenis yang masing-masing memiliki gaya penulisasn (style) berbeda.
1. Naskah (Script), di antaranya naskah pidato (speech writing), presentasi (presentation)
2. Siaran (Release), siaran pres (press release), journal magazine (majalah internal)
3. Laporan (Report), laporan tahunan (annual report)
4. Profil (Profile), profil perusahaan dan produk (company profile and product)
5. Pomosi (Promotion),
6. naskah tulisan promosi dalam bentuk artikel sponsor (advetorial), brosur, kalender, billboard dll.
4. Press Release
Press release merupakan produk PR Writing yang paling sering dibuat suatu organisasi. Siaran pers ini berupa berita singkat yang fungsinya menginformasikan kegiatan yang telah atau akan dilakukan organisasi. Press Release bisa menggunakan media cetak ( Koran, majalah) atau media elektronik seperti televisi, radio maupun internet.
Hal-hal penting menyangkut press release :
1. Berbentuk short news, dengan format 5W + 1H, yakni Who, What, When. Where. Why, How.
2. Struktur kalimatnya menggunakan bentuk primida terbalik, yang menandakan berita yang paling penting diletakan paling atas, dalam lead (intro) tulisan.
3. Menggunakan kalimat langsung.
4. Informasi yang disampaikan actual dan akurat.
Contoh:
LP3I cabang kramat, menyelenggarakan Training Leaning Centre (TLC) Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang. Direktur LP3I menggatakan, TLC merupakan kegiatan ekstra kurikuler yang secara rutin diselenggarakan. Kegiatan ini ditujukan guna meningkatkan kemampuan berbahasa asing para mahasiswa, lisan maupun tulisan. Rencananya, pada penyelenggaraaan TLC berikutnya, akan dibuka pula kelas bahasa Mandarin.TLC Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang diadakan di kampus LP3I kramat dan terbuka untuk umum.
5. Company Profile
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Company Profile :
1. Menampilkan aspek perusahaan, susunana komisaris, struktur organisasi sampe kantor-kantor cabang yang ada.
2. Dikemas dalam suatu sajian yang “khusus”, eksklusif, baik dalam bentuk cetak mauopun elektronik.
3. Menampilkan segi histories dan filosofis perusahaan/organisasi.
4. Diterbitkan tidak terlalu sering, kecuali kalau ada perubahan prinsipil.
5. Daftar isi company profile biasanya berisi :
1. Introduksi
2. Kata Pengantar atau sambutan Dewan Komisaris atau Direktur Utama.
3. Historis dan struktur organisasi perusahaan
4. Produk barang/jasa yang ditawarkan
5. Kinerja dan manajemen perusahaan/organisasi
6. Nilai asset dan kekayaan perusahaan.
7. Pengembangan perusahaan, bisnis dan SDM
8. Prospek dan tantangan yang dihadapi perusahaan pada saat sekarang dan akan datang
9. Daftar kantor cabang, alamat, telepon dan lain-lain.













Program Kerja Public Relations Dalam Organisasi
What’s our problem?
What we can do?
What we did and why?
How did we do?
Kedudukan, peranan dan tugas Public Relations dalam sebuah organisasi (perusahaan/pemerintahan), jelas sengatlah penting. Sehingga pelaksanaan aktivitasnya harus dikemas seefektivas mungkin. Dan ini di antaranya bisa diraih dengan cara mempesiapkan dan mengaplikasikan program kerja Public Relations dengan baik dan tepat.
Dalam bukunya Effective Public Relations, M. Cultip & Allen H Center menyebutkan, program kerja public relations melalui proses empat tahapan atau langkah-langkah pokok, yakni :
1. Research Listening (Penelitian dan Mendengarkan). Dalam tahap ini Public Relions Officer mempelajari opini, sikap,. Dan reaksi publik terkait terhadap kebijakan atau produk organisasi. Dalam tahap ini ditetapkan suatu fakta dan informasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan organisasi, yakni What’s our problem?.
2. Planning Decission ( Perencanaan pengambilan keputusan). Memberikan sikap, opini, ide, dan reaksi yang berkaitan dengan kebijaksanaan. Dilakukan pula penetapan program, kerja organisasi yang sejalan dengan kepentingan atau keinginan-keinginan pihak berkepentingan, Here’s what what we can do?
3. Communication -Action ( Mengkomunikasikan dan Pelaksanaan). Menjelaskan dan sekaligus menfasirkan informasi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan, diharapkan bisa mempengaruhi pihak-pihak tertentu yang penting dan berpotensi mendukung program organisasi. Here’s what we didi and why?
4. Evaluation (Mengevaluasi).Mengadakan penilaian.evaluasi terhadap program dan hasil kerjas aktivitas public relations. How did we do?
Ke empat tahapan tersebut. Satu sama lain berkaitan sangat erat. Artinya guna mendapatkan hasil maksimal, semua tahapan harus senantiasa dilalui/dilaksanakan dengan baik. Setiap tahap dalam program kerja public relations itu, sama pentingnya bagi terlaksananya suatu program public relations yang efektiv.
Jika diuraikan lebih rinci, ke empat tahapon menurut M Cultiv & Center tersebut, adalah sebagai berikut :
1. Menganalisa prilaku umum dan hubungan organisasi terhadap lingkungan.
2. Menentukan dan memahami secara benar prilaku tiap-tiap kelompok terhadap organisasi.
3. Menganalisasi tingkat opini publik, baik yang intern (internal public) maupun yang ekstern (external public).
4. Mengantisipasi kecenderungan-kencenderungan , masalah-masalah potensial, kebutuhan-kebutuhan dan kesempatan-kesempatan.
5. Menentukan formulasi dan meurumuskan kebijakan-kebijakan.
6. Merencanakan alat atau cara yang sesuai untuk meningkatkan atau mengubah prilaku masayarakat sasaran. Termasuk membuat budget/anggaran biaya operasionalnya.
7. Menjalankan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas sesuai dengan program yang telah direncanakan. (Lihat kembali bahasan Tugas dan Peranan Public Relations)
8. Menerima umpan balik untuk dievaluasi, kemudian mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

The Functions of Public Relations
“Aspect of Public Relations Publications to make Publicity and public as target audience have something to know informations.
Ruang lingkup tugas public relations bagi seorang individu atau dalam sebuah organisasi, dibedakan menurut dua rung lingkup aktivitasnya yakni Internal Public Relations dan External Public Relations.
Tugas dalam Internal Public Relations di antaranya,
Menyelenggarakan komunikasi persuasive dan informative kepada internal publik ( karyawan (termasuk bawahan), pemegang saham), dan bukannya komunikasi koersif. Mendapat kepercayaan dari publik dalam mendapatkan kesamaam pengertian tentang visi misi perusahaan dengan publik dalam meningkatkan kegairahan kerja karyawan.
Pencapaian tujuan tersebut dia ntara bisa dicapai melalui bentuk komunikasi informative persuasive seperti,
1. Writing information, di antaranya dalam bentuk surat, papers, bulletin, brosur.
2. Speaking information, di antaranya dalam bentuk briefing, rapat, diskusi terbuka, ceramah.
3. Concelling dengan menyelenggarakan pelatihan/penyuluhan langsung mengenai suatu masalah kepada para karyawan melalui karyawan lain yang sudah terlebih dahulu dibina.
Tugas dalam External Public Relations, di antaranya.
1. Menilai sikap dan opini publik terhadap kepemimpinan, terhadap para pegawai dan medote yang digunakan.
2. Memberikan advis dan bimbingan pada pimpinan tentang segala sesuatu yang ada hubungannnya dengan public relations mengenai aktivitas-aktivitas.
3. Menanamkan image/citra positif perusahaan
4. Menyelesaikan semua masalah yang berhubungan dengan publik, dengan bijaksana dan menggunakan win-win solution.
5. Menjalih hubungan yang harmonis dengan semua publik luar, mulai dari masyarakat, pemerintahan sampai media massa.
6. menyususn staf yang benar-benar ahli di bidang public relations.
Dan tujuan-tujuan itu di antaranya bisa dicapai melalui bentuk komunikasi:

Sumber Informasi

Peran penting komunikasi dalam mendukung upaya-upaya perubahan sosial, termasuk didalamnya pembangunan dan pengembangan partisipasi masyarakat di negara-negara berkembang telah disadari sejak lama. Tahun 1980 an, agen-agen donor internasional dan pemerintah negara berkembang mulai intensif mengeksplorasi peran komunikasi dalam memperkenalkan dan mendukung aktivitias pembangunan (Graeff dkk, 1996: 15). Namun pelaksanaan kegiatan komunikasi sosial yang menjadi kunci dalam penyadaran dan ajakan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program pembangunan tidak berlangsung dengan baik. Hasilnya, banyak masyarakat kurang secara sukarela dan sadar melibatkan diri dalam kegiatan program tersebut.
Dalam prakteknya, target sebagian besar usaha penyebaran informasi adalah anggota masyarakat yang masih terpengaruh oleh opini mayoritas – yang lebih sering dibentuk oleh opinion leader dan media massa-. Bahkan terkadang kegiatan komunikasi yang lebih diarahkan kepada pencapaian penambahan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku sering dijalankan secara sepihak oleh para perencana program –yang lebih banyak dari kalangan pemerintah-.

Hal ini menjadi salah satu sumber kegagalan sosialisasi pembangunan selama ini. Kegiatan komunikasi sosial sering dilakukan tanpa memperhatikan kondisi khalayak dan konteks budaya masyarakat setempat. Fakta membuktikan bahwa kelompok-kelompok budaya atau subkultur-sub kultur yang ada dalam suatu budaya memiliki perangkat norma yang berlainan (Mulyana, 2000: 7).
Di era reformasi, banyak perubahan tatanan kehidupan masyarakat, khususnya aspek kebebasan menyampaikan pendapat dan aspirasi. Kondisi seperti ini terjadi di semua wilayah, saat ini semua pihak dengan bebas serta terbuka dapat menyampaikan pendapat dan aspirasinya di depan umum. Opini dan sikap terhadap kebijakan pemerintah ataupun pelayanan pemerintah sudah biasa dikemukakan secara langsung ataupun melalui media.
Peran Sumber Informasi
Sumber informasi berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap atau keputusan bertindak. Banyak media seperti media massa, baik media cetak seperti surat kabar dan majalah, ataupun elektronika seperti televisi dan radio; dan pemuka pendapat untuk wilayah pedesaan dianggap cukup efektif untuk menciptakan konsesus sosial.
Secara umum media berfungsi sebagai sumber informasi, sumber pendidikan dan sumber hiburan. Tetapi sebetulnya, khalayak tidaklah dengan mudah mengikuti pesan media. Hal ini karena mereka memiliki kemampuan menyeleksi segala terpaan pesan informasi yang menerpainya. DeFleur dan Ball-Rokeach (dalam Rakhmat, 1994) melihat ketika individu berhadapan dengan media, dikaji dalam tiga kerangka teoritis: perspektif perbedaan individual, perspektif kategori sosial dan perspektif hubungan sosial.
Perspektif Perbedaan Individual, melihat bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungannya, dan bagaimana ia memberi makna pada stimuli tersebut. Setiap individu memiliki pengalaman hidup dan lingkungan yang berbeda-beda, oleh karenanya dalam menggunakan media massa juga dengan pola yang berbeda-beda.
Perspektif Kategori Sosial, memandang bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang reaksinya terhadap stimuli tertentu cenderung sama. Kategori ini bisa dikaji dari aspek usia, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, dan sebagainya; yang kesemuanya itu berpengaruh pada sikap-sikapnya dalam memanggunakan media massa.

Perspektif Hubungan Sosial, memandang bahwa peranan hubungan sosial yang informal akan mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap informasi. Paul Lazarlfeld (dalam Mulyana, 2000), menyebutnya sebagai “pengaruh personal”; yang ditunjukkan dalam teori two step flow of communication (komunikasi dua tahap). Dalam teori tersebut dikatakan bahwa informasi bergerak menuju orang-orang yang sering memperhatikan media massa; dan selanjutnya dari mereka tersebut informasi menuju pada khalayak. Orang-orang pertama yang terterpa informasi tersebut lazimnya disebut sebagai pemuka pendapat atau opinion leader

Penutup

PR merupakan ujung tombak kesuksesan sebuah organisasi, karena organisasi tidak akan pernah populis tanpa memiliki citra yang baik dan sebuah citra itu terbangun karena adanya peran dan fungsi PR.


Jakarta , Desember 2009
Aceng Ahmad Nasir
Kepala Humas LP3I Pusat



Di presentasikan pada RAKERWIL LP3I 2010

Senin, 05 Juli 2010

Goal setting Pada Produktifitas Kerja


Goal Setting


Latham den Locke (dalam Steers dan Porters, 1983); Locke dkk (1981) menjelaskan bahwa pengertian goal setting adalah suatu gagasan untuk menetapkan. Tenaga kerja melaksanakan suatu pekerjaan dimana tugas yang diberikan sudah ditetapkan targetnya atau sasarannya, misalnya untuk mencapai kuota yang ditargetkan atau menyelesaikan sejumlah tugas dengan batas waktu yang sudah ditentukan. Dalam hal ini sasaran (goal) adalah objek dari perbuatan dan jika individu menetapkan taktik kemudian berbuat untuk mencapai sasaran atau tujuannya tersebut, berarti sasaran atau tujuan ini menentukan perilaku dalam bekerja. Hersey dan Blanchard (1986) orientasi seseorang menyatakan bahwa perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu, dan perilaku itu pada dasarnya bertujuan pada objek atau sasaran.

Pengertian goal setting yang dikemukakan Davis (1981) adalah manajemen penetapan sasaran atau tujuan untuk keberhasilan mencapai kinerja (performance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa penerapan penetapan tujuan yang efektif membutuhkan tiga langkah yaitu: menjelaskan arti dan maksud penetapan target tersebut, kedua menetapkan target yang jelas, dan yang ketiga memberi umpan balik terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan. Cascio (1987) menyatakan bahwa goal setting itu didasarkan pada pengarahan tingkah laku terhadap suatu tujuan.Sasaran atau target bisa ditambah dengan memberi penjelasan atau informasi kepada tenaga kerja bagaimana mengerjakan tugas tersebut, serta mengapa sasaran atau tujuan tersebut penting dilaksanakan.
Penerapan goal setting ini terhadap sistem kinerja sangat populer dan luas penggunaannya. Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran ini meliputi perencanaan, pengawasan, penilaian pegawai, serta keseluruhan sistem kinerja yang ada dalam organisasi. Prosedur umum dalam manajemen berdasarkan sasaran ini yang paling utama adalah mengidentifikasikan bagian-bagian kunci keberhasilan, sehingga dapat berpengaruh terhadap keseluruhan performance organisasi misalnya volume penjualan, hasil keluaran (production output), maupun kualitas layanan, dengan demikian pengukuran kinerja (performance) dapat ditentukan (Luthans, 1981).

Gibson dkk, (1985) menggambarkan penerapan soal setting dari perspektif manajemen. Langkah-langkahnya adalah (1) diagnosis kesiapan, misalnya apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan program goal setting; (2) mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu, komunikasi, pelatihan (tranning) dan perencanaan; (3) penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer dan bawahannya; (4) mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan; (5) tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang ditentukan. Strauss dan Sayless (1981) menjelaskan bahwa prosedur manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau kelakuannya.

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang penetapan sasaran ini, di bawah ini dikemukakan sebuah penelitian pada perusahaan kayu, dimana sopir truk selalu mengisi truknya kurang dari kapasitas resmi.Setelah diadakan observasi dan diteliti, tim peneliti kemudian menjelaskan nilai potensial goal setting (penetapan tujuan) untuk diterapkan pada sopir truk dan kemudian perusahaan menentukan target yang jelas bagi para sopir truk. Setelah tiga bulan kedua peneliti secara seksama mencatat keadaan pelaksanaan kerja dan kemudian hasilnya Peneliti ternyata naik 90 % dari kapasitas rata-rata. Tujuh tahun menawarkan tetap tinggi. Suatu keterangan mengapa prosedur seperti kerja meningkatkan hasil kerja. Alasannya adalah tenaga melihat dan atau mencatat beban truk mereka bangga akan prestasi ini, mereka juga melihat tujuan sebagai yang menantang ini permainan sesuatu menyenangkan bagi truk yang sopir mengalahkan orang lain (Gibson dkk, 1985).

Jadi penelitian ini telah menunjukkan satu ini kerja mereka penetapan sebab adalah alasan prestasi kerja. Sistem meningkatkan mengapa penetapan sasaran atau target itu motivasi dan penetapan atau target apabila dimasukkan ke dalam tatanan maka para pekerja akan melihat tujuan bagaimana ikhtiar mereka kerja pencapaian membantu menimbulkan hasil, ganjaran, dan kepuasan pribadi karena memuaskan target atau sasaran itu dorongan berprestasi dan kebutuhan harga diri aktualisasi diri, maka perencanaan seseorang sasarannya di masa datang akan lebih tinggi.
Dari pendapat para ahli di atas dapat serta untuk goal setting adalah disimpulkan bahwa pengertian berdasarkan penetapan sasaran atau target berorientasi hasil. Manajemen yang berorientasi ini dianggap lebih baik karena lebih menekankan pencapaian hasil, kesempatan sehingga memberi manajemen yang sasaran pada kepada tenaga kerja untuk mengerti bagaimana seharusnya bekerja, dan hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan lebih terbina karena terjadi interaksi antara yang memberi tugas dengan pelaksana. Secara umum pengertian goal setting itu adalah penetapan sasaran atau target yang akan dicapai tenaga kerja.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Goal Setting
Berdasarkan beberapa pendapat ahli (Locke dkk, 1981: Steers dan Porter, 1983; Davis, 1981; 1989), Cascio, 1987: Gibson, 1985; Davis & Newstrom, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi goal setting adalah :
a. Penerimaan (acceptance).
b. Komitmen (commitment).
c. Kejelasan (specifity).
d. Umpan balik (feedback).
e. Partisipasi (participation).
f. Tantangan (challenger).

Untuk menjelaskan bagaimana terjadinya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sistem penetapan sasaran atau target berdasarkan hasil ini (goal setting), di bawah ini akan dijelaskan pengertian satu persatu faktor-faktor tersebut.
a. Pengertian Denerimaan (acceptance)
Penerimaan terhadap sasaran atau target yang tenaga kerja sebab tujuan ditetapkan terjadi karena adanya kemauan untuk menerima target yang dibebankan, sasaran yang efektif tidak hanya cukup diketahui saja tetapi juga harus dapat diterima tenaga kerja untuk dilaksanakan.

Menurut Davis dan Newstrom (1989) bahwa goal setting (penetapan sasaran atau target) merupakan alat motivasi yang efektif bila empat unsur dasar disertakan ke dalam sistem pengelolaan penetapan sasaran tersebut yaitu: (1) penerimaan; (2) spesifikasi; (3) umpan balik; dan (4) tantangan. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan unsur-unsur di atas serta pengaruhnya terhadap penetapan sasaran.
Lebih lanjut Davis dan Newstrom mengemukakan bahwa penerimaan terhadap sasaran atau target tersebut harus dapat diketahui atau dimengerti oleh tenaga yang bersangkutan, dalam hal ini penerimaan sasaran yang ditetapkan harus dapat dipahami dan pihak pemberi target harus menjelaskan maksud dan kegunaan sasaran atau tujuan ditetapkan terhadap penerima atau tenaga kerja, karena penetapan tujuan yang sepihak tanpa penerimaan karyawan tidak akan membawa hasil. Oleh karena itu penting melibatkan tenaga kerja dalam proses penetapan sasaran atau tujuan bersama untuk memperoleh penerimaan.

Menurut Yoder (1979) produktivitas kerja akan lebih tinggi dan efisien bila ada perasaan bahwa diperlukan dalam penerimaan dan adanya sasaran yang diemban itu berguna dan pencapaian keberhasilan persetujuan terhadap pelaksanaan pencapaian sasaran atau target organisasi merupakan faktor utama dalam tanggung jawab tenaga kerja dalam menjalankan tugas-tugas.
Berkenaan pendapat di atas Likert (dalam Yoder, 1979) juga menjelaskan jenis aktifitas individu dalam organisasi yang mempunyai perasaan yang sama dalam penerimaan loyalitas atau kebersamaan satu sama lain dalam pelaksanaan kerja cenderung mengacu pada prestasi.
Dari sebuah penelitian pengaruh bentuk penilaian dari tiga dimensi goal setting yang dilakukan oleh Tziner dan Kopelman (1988), diperoleh data yang menunjukkan bahwa kejelasan, penerimaan, dan komitmen berhubungan dengan sasaran. Penelitian ini membuktikan bentuk penilaian mempengaruhi sistem pengelolaan penetapan sasaran (goal setting).

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa penerimaan akan penetapan sasaran atau target berpengaruh terhadap pelaksanaan kerja yang akan dilaksanakan tenaga kerja yang bersangkutan.
b. Komitmen
Pengertian komitmen secara umum adalah adanya suatu kesepakatan atau persetujuan antara tenaga kerja dengan perusahaan. Gibson dkk (1985) mengemukakan pengertian komitmen adalah keadaan yang melibatkan identifikasi dan loyalitas yang diwujudkan terhadap perusahaan tempat individu bekerja.
Mitchell (1985) menjelaskan individu yang kurang sepakat dengan sasaran atau target organisasi merupakan sikap negatif dan bisa berakibat kerugian. Kejadian di Amerika dalam 10 tahun terakhir, bahwa hilangnya jam kerja akibat pemogokan dan kemangkiran bekerja. Contoh ini merupakan kejadian akibat adanya ketidaksetujuan tenaga kerja terhadap kebijakan perusahaan.

Huber (1985) menjelaskan bahwa antara penerimaan dan komitmen terhadap sasaran sering diartikan sama, tetapi kenyataan dalam gagasannya (construtes) berbeda. Penerimaan terhadap target atau sasaran berarti ada kesektujuan untuk melaksanakan, sedangkan komitmen itu bisa saja individu menerimanya tetapi belum tentu mau mengejar target atau sasaran yang dibebankan. Dengan demikian tenaga kerja dapat dikatakan menerima (acceptance) dan komitmen (commitment) terhadap pelaksanaan kerja untuk mencapai target apabila mengetahui dan mengerti akan sasaran yang dimaksudkan, serta ada kesediaan atau persetujuannya.

Griffin (1987) mengemukakan bahwa dapat efektif apabila ada pemahaman dari terhadap tujuan yang akan target catat goal setting tenaga dicapai, karyawan akan mendapat antara komitmen perusahaan dengan tenaga kerja yang sukses aakan mendapat perioritaas untuk jenjang karir yang lebih tinggi, kemudian target yang ditetapkan harus jelas serta ada tenggang waktu yang efisien untuk pelaksanaan. Terakhir harus ada konsistensi dan ganjaran terhadap pelaksanaan pencapaian target sebagai tujuan utamanya dengan demikian tenaga kerja akan mendapat sesuatu yang memuaskan mereka.
Duffy dan Rusbult (dalam Brigham, 1991) menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan memberikan komitmenlebih tinggi terhadap pekerjaan bila: (1) tenaga kerja puas dengan hasil (outcomes) yang mereka peroleh; (2) kesetiaan yang telah ditanamkan sebagai bagian dari hidupnya organisasi, antara lain: pelibatan diri, pemberian waktu dan energi dan kesetiakawanan (mutual friend) dan (3) tidak adanya pilihan lain yang lebih menguntungkan.

Dari pendapat–pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen atau kesepakatan atau kesetujuan tenaga kerja terhadap perusahaan untuk melaksanakan pencapaian sasaran atau target dapat berpengaruh terhadap sistem kerja goal setting.

c. Spesifikasi (Specifity)
Pengertian speksifikasi atau keseksamaan sasaran tujuan menurut Gibson dkk, (1985) adalah derajat secara kuantitatif daripada sasaran atau tujuan itu.
Menurut Davis dan Nestrom (1989) penetapan sasaran harus jelas atau spesifik dan dapat diukur agar kerja dapat mengetahui kapan suatu target atau tenaga tujuan diperoleh atau dicapai. Instruksi yang jelas dan terarah memfokuskan kerja pada pelaksanaan pencapaian tenaga target karena patokan sebagai mempunyai keberhasilannya. Sasaran yang jelas menuntun harus dikerjakan atau dicapai, maka tenaga tersebut dapat mengukur kemajuannya. Tenaga kerja selalu dan berpedoman pada perintah yang samar jelas akan menimbulkan pengertian yang samar dan terarah.

Menurut Beck den Hillmar (1978) jika sasaran itu adalah sebuah pernyataan dari hasil (outputs) yang spesifik atau jelas maka individu atau kelompok akan merencanaakn untuk meraih prestasi melaui usaha–usaha yang lebih kuat.
Terborg (dalam Muchnisky,1987) lebih mengemukakan sasaran yang lebih khusus dan jelas menjadikan usahanya individu lebih memfokuskan lanjut akan untuk mengejar sasaran tersebut serta tingkah lakunya akan lebih terarah.
Blum dan Naylor (1968) juga mengemukakan pendapat bahwa informasi-informasi tentang sifat-sifat pekerjaan dapat dipandang sebagai spesifikasi atau kekhususan dari informasi yang diterima, dan pengetahuan terhadap sifat-sifat tersebut bisa dianggap sebagai perluasan terhadap pengetahuan individu pada kinerjanya. Sehingga dapat memotivasi individu tersebut.

Locke dkk, (1981) mengadakan penelitian tentang meta-analisis sistem penetapan sasaran terhadap kinerja. Dari 110 penelitian yang dinilai ternyata 99 menunjukkan sasaran yang jelas dan spesifik. Adanya tingkat kesulitan atau tantangan dalam pelaksanaan kerja dalam mencapai target atau sasaran
menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada penetapan sasaran atau target yang tingkat kesulitannya tidak ada atau samar-samar atau tanpa target sama sekali.
Penelitian yang melihat peranan sasaran atau target yang jelas atau spesifik terhadap kinerja, hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang positif (Locke dkk, 1984; Dosset dkk., 1979; Bandura, 1977).

Latham dkk, (dalam Steers dan Porter,1983) mengemukakan bahwa melibatksn karyawan dalam penetapan sasaran atau target yang spesifik dan jelas mempunyai dua keuntungan, akan menambah karyawan bahwa pekerjaan tersebut harus pengertian pertama diselesaikan, kedua menuntun pekerja pada penetapan tujuan yang tinggi daripada secara sepihak yang menentukan sendiri. Dengan kata lain lebih tinggi kinerjanya.
Secara garis besar beberapa pendapat dan penjelasan ahli-ahli menunjukkan di atas spesifikasi atau kejelasan sasaran mempengaruhi terlaksananya penetapan sasaran atau target, pelaksanaan mendapat sasaran yang tidak jelas akan membuat arah kerja tidak terpusat pada apa yang seharusnya perhatian utama tenaga kerjanya.
Berkenaan dengan pendapat ahli di atas, pustaka dilakukan Latham dan Yukl (1975); yang Locke(1980) menunjukkan secara konsisten bahwa sasaran atau tujuan yang jelas dan adanya tingkat tantangan yang menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
d. Umpan Balik (feedback)

Umpan balik kerja ini adalah informasi ini berasal dari dalam pengelolaan pekerjaan itu namun bisa orang informasi berasal dari itu lebih sendiri. Namun bisa informasi itu bisa berasal dari orang lain, bagaimana keadaan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan, apakaah tergolong sukses, berhasil atau tidak berhasil. Sejalan dengan definisi diatas Davis dan Newstrom (1989) menyatakan bahwa umpan balik cenderung mendorong prestasi kerja menjadi lebih tinggi dan merupakan alat motivasi yang baik. Seorang atlet pelari harus mengetahui total waktu yang dibutuhkan untuk memenangkan suatu pertandingan. Seorang tenaga pemasan mengetahui target atau unit produk yang harus dijualnya dalam jangka waktu tertetntu dikatakan berhasil atau berprestasi. Oleh karena itu umpan balik pekerjaan dibutuhkan untuk memberi informasi dalam menerapkan taktik baru untuk meningkatkan hasil penjualan berikutnya.
Berkenaan dengan umpan balik pekerjaan ini dan Klein Campbell, (dalam Campbell dan menjelaskan bahwa balik itu penting umpan menggambarkan kemajuan pada pelaksanaan kerja, diperoleh informasi baru untuk menyiapkan tingkah laku apabila diperlukan. Luthans (1981) menekankan pada tenaga kerja yang mempunyai berprestasi tindak supaya menyusun taktik berdasarkan keakuratan informasi umpan balik diperoleh dari lingkungan kerja.

Yoder (1979)menjelaskan seharusnya lingkungan untuk kerja dilengkapi dengan umpan balik yang tepat menyesuaikan pelaksanaan tindakan berikutnya, guna untuk memperbaiki mutu kerja yang pada akhirnya menunjukan kemajuan yang berarti, sehingga dapat dibedakan antara kondisi kerja yang berjalan normal dengan kondisi kerja yang memperoleh kemajuan. Lebih lanjut dijelaskan fungsi Yoder Kinerja digambarkan sebagai seseorang artinya dari kinerja yang dicapailah tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh umpan balik kemajuan juga kondisi tidak yang dicapainya. Studi Latham dan Yukl mengemukakan bahwa umpan balik merupakan yang penting untuk mempengaruhi kinerja, akan ada kemajuan tanpa ada penilaian atau balik clair pelaksanaan kerja.

Studi iyang dilakukan Locke dan Bryan (dalam Locke dkk.1981) meneliti pengaruh umpan balik dan setting terhadap kinerja. Penelitian untuk mengetahui apakah hanya dimaksudkan kinerja saja hanya umpan balikdan pengaruh goal setting terhadap kinerja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hanya umpan balik saja yang secar langsung mempengaruhi kinerja atau hanya karena pengaruh sistem penetapan sasaran itu. Ternyata hasil yang didapat

menunjukan bahwa umpan balik berpengaruh terhadap kinerja akibat sistem penerapan pengukuran prestasinya berdasarkan pada sasaran atau target yang ditentukan.Dengan kata lain adanya pengaruh umpan balik yang diberikan terhadap kinerja diakibatkan sistem penilaiannya berdasarkan target yang dicapai.
Penerimaan umpan balik juga akan memberi pengaruh untuk beraksi pada suatu perbuatan yang bermakna, jadi dapat dikatakan antara kerja dengan hasil yang didapat saling mempengaruhi (Leavitt, 1973). Sejalan dengan pendapat di atas.Stoner (1989) menyatakan bahwa pemberian umpan balik mengenai prestasi kerja yang diperoleh tenaga kerja mengakibatkan hasil kerja yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Beck dan Hillmar (1976) menjelaskan bahwa sistem umpan balik kerja yang efektif diperoleh apabila individu atau kelompok memperoleh penjelasan cara-cara pelaksanaan dan evaluasi kerja. Penjelasan ini berupa catatan penjualan, laporan-laporan pelaksanaan kerja, hasil survei luar (pasar), survei dalam (organisasi) dan data-data pendukung lainnya.

Penjelasan hasil penelitian dan pendapat para ahli tersebut memberi pengertian bahwa umpan balik dari pelaksanaan kerja berpengaruh terhadap manajemen penetapan sasaran itu sendiri (goal setting).
e. Partisipasi (participation)
Menurut Beach (1975) partisipasi adalah proses yang melibatkan tenaga kerja dalam aktivitas organisasi secara mental dan fisik. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa partisipasi umumnya dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada tenaga kerja untuk mengemukakan sumbangan pikiran terhadap pemecahan masalah dan tindak lanjut pelaksanaan kerja. Gibson dkk. (1985) memberi pengertian partisipasi yaitu tenaga kerja yang terlibat dalam penentuan sasaran atau tujuan kerja serta pengembangan sasaran tersebut.Sedangkan eksperimen cumming dan Molly maupun Yukl (dalam Beach,1975) menunjukkan manajemen partisipasi di berbagai bidang pekerjaan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap pencapaian sasaran kerja.

Sejalan dengan pendapat di atas Locke dan Latham (dalam Steers dan Porter,1983) meneliti peranan penetapan sasaran ( goal setting)kelompok pertama yaitu partisipasi di dalam sistem pada dua kelompok, adanya keikutsertaan tenaga kerja dalam menetapkan sasaran atau target, kelompok kedua penetapan sasaran atau target hanya dilakukan supervisor saja. Hasilnya menunjukkan program keikutsertaan tenaga kerja dalam menentukan sasaran kerja, hasilnya lebih positif dan lebih tinggi dibanding dengan penetapan sasaran yang hanya dilakukan supervisor saja. Begitu pula penelitian Mento dkk, (dalam Landy, 1989) menunjukkan adanya pengaruh partisipasi terhadap goal setting, artinya keikutsertaan tenaga kerja dalam menentukan jumlah sasaran atau target berpengaruh terhadap kinerja.

Back dan Hilmar (1976) menyatakan proses sistem goal setting menciptakan kondisi positif bila nilai-nilai yang dimiliki organisasi mendukung perkembangan tenaga kerja serta adanya kesempatan mengemukakan pemikiran-pemikiran untuk organisasi.
Pendapat dan hasil penelitian para ahli di atas memberi gambaran bahwa partisipasi berpengaruh terhadap proses pengelolaan penetapan sasaran (goal setting)dan dengan demikian akan berpengaruh terhadap kinerja.
f. Tantangan (challenge)

Adanya tingkat tantangan dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan akan membuat tenaga kerja bekerja lebih keras dan bersungguh-sungguh daripada tidak ada tangangan sama sekali. Pencapaian sasaran atau tujuan yang menantang menciptakan usaha-usaha pemecahan danakan menimbulkan dorongan berbuat yang lebih baik lagi, namun sasaran harus masih dalam jangkauan berkenaan dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki tenaga kerja.

Studi ahli yang menguji hubungan besarnya peranan sasaran yang mempunyai tantangan terhadap kinerja antara lain penelitian yang dilakukan Basset; Patton (dalam Locke, 1980). menemukan bukti yang positif bahwa sasaran atau tujuan yang mempunyai tantangan dalam pekerjaan menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada sasaran yang tidak mempunyai tantangan.

Locke dkk. (1981) menjelaskan sasaran atau target itu adalah sesuatu yang akan dicapai individu serta merupakan objek dari aksi atau perbuatan. Dalam tindakan dua aksi yang terjadi proses mental yang melibatkan dua faktor utama yaitu faktor isi (content) dan intensitas (intencity). Dalam faktor isi ada dua sub faktor yaitu spesifikasi dan tingkat kesulitan. Spesifikasi berarti tingkat keseksamaan dalam mencapai sasarn atau tujuan yang dimaksud. Riset lapangan dan laboratorium dari Locke (1980) juga membuktikan bahwa unsur yang spesifik dan tingkat tantangan yang dimiliki target atau sasaran hasilnya menunjukan pencapaian kinerja yang lebih tinggi.

Penelitian Hampton (1981); Dubren (1982) menunjukan hasil yang sama dengan penelitian Locke (1980), bahwa sasaran atau target yang lebih menantang untuk dilaksanakan akan menetukan hasil kerja yang lebih tinggi, dan sasaran atau target yang lebih menantang untuk dilaksanakan akan menunjukan hasil kerja yang lebih tinggi, dan sasaran yang lebih mudah dicapai atau dilakukan tidak menimbulkan usaha yang lebih gigih untukk memenuhi kebutuhan tercapainya kinerja yang lebih baik.
Penelitian Locke dkk (1981); Latham dan Saari (1979) menemukan bahwa individu dengan rancangan sasaran yang lebih sulit akan menampilkan kerja yang lebih baik dibanding dengan individu dengan sasaran yang relatif mudah. Pendapat ini sejalan dengan penjelasan Latham dkk (dalam Steers dan Porter, 1983) bahwa sasaran atau tujuan yang spesifik dan mempunyai tantangan menunjukkan hasil kerja yang lebih efektif.
Dari gambaran di atas dapat diartikan bahwa adanya tingkat tantangan (sasaran tidak terlalu mudah) dalam pelaksanaan pencapaian sasaran atau target akan berpengaruh terhadap efektifitas sistem penetapan sasaran. Sebab dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam pekerjaan secara nyata akan menaikkan kinerja. Secara jelas diketahui bahwa adanya tingkat tantangan yang dimiliki sistem tersebut akan berpengaruh pada prestasi atau hasil penetapan sasaran atau target tersebut.

Peranan Goal Setting Dalam Meningatkan Produktivitas Kerja
Hahoney (dalam Campbell dan Campbell, 1990) menjelaskan bahwa produktivitas sebenarnya berasal dari kerangka kerja pelaksanaan kegiatan organisasi antara lain berasal dari sasaran atau tujuan yang ditargetkan dengan dari perencanaan dan evaluasi, dari hasil monitoring dan asesmennya serta dari umpan balik hasil kerja yang berhasil dicapai. Lebih lanjut Hohoney menjelaskan salah satu elemen untuk menaikkan produktivitas adalah mengutamakan penggunaan taktik pelaksanaan kerja dalam mencapai kinerja.
Berkenaan pendapat ahli tersebut, Sutermeister (dalam Harris, 1984) menjelaskan bahwa produktivitas itu ditentukan oleh pengembangan teknologi prestasi tenaga kerja. Prestasi atau kinerja ini adalah hasil gabungan dari motivasi dan kecakapan tenaga kerja.

Sejalan dengan pendapat di atas Latham dkk. (dalam Steer dan Porter. 1983) menjelaskan bahwa untuk memotivasi tenaga kerja menaikkan produktivitas, langkah yang harus ditempuh adalah menjelaskan apa yang dimulai atau dilanjutkan oleh tenaga kerja. Oleh harus karena itu produktivitas harus dijabarkan dalam bidang permasalahan tugas yang akan dilaksanakan.

Inspirasi Tanpa Realisasi ya Halunisasi...


Dalam sebuah seminar yang disampaikan seorang pakar marketing Asia, yaitu Hermawan Kertajaya, bahwa yang terpenting dalam hidup ini untuk melakukan suatu perubahan yang besar adalah inspirasi, bahkan si pembicara sendiri, ia mengakui kalau malam dia sulit untuk tidur karena berfikir untuk mencari inspirasi apa yang akan dilakukannya esok hari.

Apa yang dibicarakan olehnya persis apa yang di alami penulis saat ini, setiap malam memikirkan ide-ide baru, inspirasi baru yang mungkin bisa menjadi sesuatu yang progresif dalam melakukan perubahan diri, fikiran-fikiran itu hadir bisa saja untuk sebuah agenda kerja yang menjadi rutinitas penulis yang saat ini masih sebagai karyawan sebuah lembaga pendidikan terbesar di negeri ini. namun berfikir dalam kapasitas sebagai pekerja adalah berfikir normatif atau biasa-biasa saja karena lebih memikirkan sesuatu kegiatan yang telah terpolarisasi dalam juklak dan juknis di sebuah perusahaan tersebut, jika ada suatu pemikiran pembaharuan pun harus melalui sekat-sekat birokrasi yang sebenarnya jika hal tersebut terus berlanjut bisa-bisa saya mengalami kebuntuan ide, mungkin ide-ide yang di tawarkan terlalu fatalistis atau tidak relevan dengan situasi internal perusahaan tersebut atau pimpinan tidak berani melakukan sebuah polacy baru dalam melakukan terobosan untuk inovasi yang di keluarkan dari ide-ide "Gila" akibat inspirasi yang menggelisahkan setiap malam.

Rupanya saya baru sadar kalo pemikiran progresif tidak bisa di terapkan pada perusahaan jika kapasitas kita bukan penentu pada kebijakan-kebijakan strategis, apa itu kebijakan strategis? menurut saya ada langkah yang diambil pada keputusan-keputusan penting tentu dengan resiko yang di timbulkan, nah entah resiko negatif yang terlalu di khawatirkan oleh pemegang kebijakan atau pemikiran kita tidak rasional menurut mereka.artinya harus berfikir ulang tentang ide baru yang mungkin lebih soft yang tidak mendampak pada risk yang besar, tapi menurut hemat saya tidak akan mendapatkan sesuatu yang besar tanpa kita berani mengambil risk yang besar juga,mungkin bisa di artikan jika tidak adanya keberanian melakukan perubahan serta inovasi maka tunggu kemunduran perusahaan tersebut akibat pesaing yang terus melakukan terobosan-terobosan baru dalam melihat peluang dan langkah strategis termasuk megikuti trend yang sedang berkembang.

Kegelisahan berfikir terus berjalan seiring ambisi dan visi besar yang terbenam dalam sanubari, visi itu akan terus tumbuh dan hidup apabila ditumbuhkan dan di hidupkan, visi itu juga akan mati dan tenggelam jika kita membiarkannya dan terlalut dalam keterlenaan, akibatnya kita lupa dengan visi itu, dan saya yakin setiap orang memiliki keinginan serta hasrat besar itu , tergantung mau atau mampu memupuknya atau hanya terjebak pada halunisasi yang tidak realistis dan ini yang paling tidak di inginkan. MARI REALISASIKAN INSPIRASI agar kita tidak hanya MIMPI.

Kamis, 01 Juli 2010

Lengkeng Salah Tempat


sekitar tahun 2004 pada saat pemilu saya adalah salahsatu caleg DPR-RI (calon anggota legislatif) dari salah satu parpol peserta pemilu tepatnya untuk pemilihan daerah VI jawa tengah meliputi wilayah Purworedjo, Malang, Temanggung dan wonosobo. seperti biasanya namanya caleg tentu harus terjun ke bawah yaitu para calon pemilih, walaupun saya dapat no urut 5 yang secara logika memang sangat tidak memungkinkan untuk saya terpilih menjadi anggota DPR-RI, selain dari partainya yang sedang mengalami penurunan nilai di publik akibat konflik internal pemimpinnya , juga partai yang saya gunakan merupakan partai yang berbasiskan agama dengan dibawah naungan ormas terbesar di republik ini.

alkisah, setelah saya keliling di daerah purworedjo yang notabene masyarakatnya lebih banyak yang suka mistisme(terutama di Pedalaman)saya berangkat menuju saloahsatu daerah pegunungan yang merupakan salah satu daerah pemilihan dimana saya harus melakukan konsolidasi dengan jaringan, dari Purworedjo saya melalui magelang dan melakukan pertemuan dengan beberapa kiayi dan tokoh masyarakat magelang, setelah ba'da maghrib saya dan supir berangkat menuju Temanggung dan merencanakan setelah dari temanggung kami hendak menginap di Wonosobo sekaligus esok harinya akan melakukan konsolidasi.

Pada saat melewati magelang, kami singgah di pinggir jalan yang banyak berjualan buah-buahan, serta merta saya melihat gundukan lengkeng segar dan setelah di cicipi rupanya rasanya manis dan buahnya tebal-tebal, saya berfikir kalau saat saya bertemu konsituen dan berdiskusi enak juga kalo sambil makan lengkeng .akhirnya saya putusin membeli lengkeng sebanyak-banyaknya sampai hampir jok belakang mobil kijang LGK saya saat itu penuh dengan lengkeng.

singkat cerita, sampailah kami ke wilayah temanggung dan rupanya warga sudah berkumpul menunggu kedatangan kami, tanpa basa basi kami langsuing turun dan saya minta supir saya untuk menurunkan lengkeng yanga ada di mobil.

acara pun di mulai, warga yang kami bagi lengkeng terlihat dingin-dingin saja, sambil saya berbicara saya selangi untuk mempersilahkan mereka memakan lengkeng yang saya bawa, diantara para warga mereka bergumam dan pak RW menyampaikan ke saya, " Pak Aceng, Mohon maaf bukan kami tidak mau mencicipi lengkeng oleh2 Bapak, sebenarnya Lengkeng yang Bapak beli mungkin yang kami kirim ke Pasar buah di Magelang dan kami sedang panen lengkeng disini, nanti kalo bapak pulang justru kami mau kasih oleh - oleh lengkeng buat bapak.....

Saya tertegun dan kaget dalam hati saya berkata "bodoh sekali saya ini,saya tidak memahami geopolitis masayarakat " dari kejadian tersebut tentu besar sekali hikmahnya, paling tidak setiap saya berkunjung ke suatu daerah, selalu tanya dulu apa ciri khas dan penghasilan masyarakat tersebut, mudah-mudahan saodara yang membaca tulisan saya ini tidak mengalami kejadian yang saya alami itu...