Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, orientasi pada kekuasaan yang amat
kuat selama ini telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari
misinya untuk memberikan pelayanan publik. Birokrasi
dan para pejabatnya lebih menempatkan dirinya sebagai penguasa dari
pada sebagai pelayan masyarakat. Akibatnya sikap dan perilaku birokrasi
dalam penyelegaraan pelayanan publik cenderung mengabaikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat. Berkembangnya budaya paternalistik ikut
memperburuk sistem pelayanan publik melalui penempatan kepentingan elite
politik dan birokrasi sebagai variabel yang dominan dalam
penyelengaraan pelayanan publik. Elite politik dan birokrasi, dan atau
yang dekat dengan mereka, seringkali memperoleh perlakuan istimewa dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Akses terhadap pelayanan dan kualitas
pelayanan publik sering berbeda tergantung pada kedekatannya dengan
elite birokrasi dan politik. Hal seperti ini sering mengusik rasa
keadilan dalam masyrakat yang merasa diperlakukan secara tidak
wajar oleh birokrasi publik.
Meluasnya praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme)dalam kehidupan birokrasi publik semakin mencoreng image
masyarakat terhadap birokrasi publik. KKN tidak hanya telah membuat
pelayanan birokrasi menjadi amat sulit dinikmati secara wajar oleh
masyarakatnya, tetapi juga membuat masyarakat harus membayar lebih mahal
pelayanan yang diselenggarakan oleh swasta. Masyarakat harus membayar
lebih mahal tidak hanya ketika menyelesaikan urusan KTP, Paspor dan
berbagai perijinan tetapi juga ketika mereka mengonsumsi barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sektor swasta, seperti kendaraan bermotor, jalan
tol dan komoditas lainnya. KKN diyakini oleh publik menjadi sumber dari
biaya birokrasi dan distorsi dalam mekanisme pasar, seperti praktik
monopoli dan ologopoli yang amat merugikan kepentingan publik.
Rendahnya
kemampuan birokrasi merespons krisis ekonomi me3mperparah krisis
kepercayaan terhadap birokrasi publik. Dinamika ekonomi dan politik yang
amat tinggi, sebgai akibat dari krisis tersebut ternyata tidak dapat
direspons dengan baik oleh birokrasi publik sehingga membuat kehidupan
masyarakat menjadi semakin sulit dan tidak pasti. Inisiatif dan
kreatifitas birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya sama sekali
tidak memadai. Masyarakat yang mengharapkanbirokrasi publik dapat
memberi respons yang tepat dan cepat terhadap krisis yang terjadi
menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif
dan tidak efektif. Berbagai persoalan yang terjadi dipusat dan didaerah
tidak dapat diselesaikan dengan baik, bahkan cenderung dibiarkan
sehingga masyarakat menjadi semakin tidak percaya terhadap kemampuan
birokrasi dalam menyelesaikan krisis ini.
Berbagai
fenomena diatas menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan dan legitimasi
pemerintah dan birokrasinya dimata publik. Ini semua terjadi karena
pemerintah dan birokrasinya telah gagal menempatkan dirinya menjadi
institusi yang bisa melindungi dan memperjuangkan kebutuhan dan
kepentingan publik. Praktik-praktik KKN yang terjadi dalam kehidupan
birokrasi telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari
masyarakatnya. Orientasi kepada kekuasaan membuat birokrasinya menjadi
semakin tidak responsif dan tidak sensitif terhadap kepentingan
masyarakatnya. Dominasi birokrasi dalam kehidupan politik dan ekonomi
selama ini ternyata juga menciptakan berbagai distorsi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang cenderung memperburuk krisis
ekonomi dan politik yang terjadi. Dalam situasi seperti ini, maka amat
sulit mengharapkan pemerintah dan birokrasinya mampu mewujudkan kinerja
yang baik. Pemerintah dan birokrasinya telah gagal menyelenggarakan
pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Ada
banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa pemerintah
dan birokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang baik.
Dengan menggunakan metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998)
menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam tubuh birokrasi dan
pemerintah yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan
perilaku dari suatu birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan
pelayanan publik akan sangat
ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola, yaitu
misi (purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya. Kelima
sistem DNA ini akan saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam
membentuk perilaku birokrasi publik. Pengelolaan dari kelima sistem
kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem pelayanan
publik.
Kemampuan
dari suatu sistem pelayanan publik dalam merespons dinamika yang
terjadi dalam masyarakatnya secara tepat dan efisien akan sangat
ditentukan oleh bagaimana misi dari birokrasi dipahami dan dijadikan
sebagai basis dan kriteria dalam pengambilan kebijakan oleh birokrasi
itu. Birokrasi publik diIndonesia sering kali tidak memiliki misi yang
jelas sehingga fungsi-fungsi dan aktifitas yang dilakukan oleh birokrasi
itu cenderung semakin meluas, bahkan mungkin menjadi semakin jauh dari
tujuan yang dimiliki ketika membentuk birokrasi itu. Perluasan misi
birokrasi ini sering kali tidak didorong oleh keinginan birokrasi itu
agar dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial
ekonominya, tetapi didorong oleh keinginan birorasi unr\tuk memperluas
aksesnya terhadap kekuasaandan anggaran. Dalam situasi yang fragmentasi
birokrasi amat tinggi, maka kecenderungan semacam ini tidak hanya akan
membengkakkan birokrasi publik, tetapi juga menghasilkan duplikasi dan
konflik kegiatan dan kebijakn antar departemen dan berbagai non
departemen. Dalam sistem penyelenggaraan pelayanan publik, konflik
kebijakan antar departemen dan lembaga non departemen b8kan hanya
melahirkan inefisiaensi, tetapi juga membingungkan masyarakat pengguna
jasa birokrasi.
Ketidakpastian
misi juga membuat orientasi birokrasi dan pejabatnya pada prosedur dan
peraturan menjadi amat tinggi. Apalagi dalam birokrasi publik
diIndonesia yang cenderung menjadikan prosedur dan peraturan sebagai
panglima, maka ketidakjelasan misi birokrasi publik mendorong para
pejabat birokrasi publik menggunakan prosedur dan peraturan sebagai
kriteria utama dalam penyelenggaraan pelayanan. Para pejabat birokrasi
sering mengabaikan perubahan yang terjadidalam lingkungan dan alternatif
cara pelayanan yang mungkin bisa mempermudah para pengguna layanan
untuk bisa mengakses pelayanan secara lebih mudah dan murah. Ketaatan
dan kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan menjadi indikator kinerja
yang dominan sehingga keberanian untuk mengambil inisiatif dan
mengembangkan kreatifitas dalam merespons perubahan yang terjadi dalam
masyarakat menjadi amat rendah. Rutinitas dianggap sebagai suatu hal
yang wajar dan benar dalam penyelengaraan pelayanan publik. Birorasi
yang seperti ini tentu amat sulit menghadapi dinamika yang amat tinggi,
yang muncul sebagai akibat dari krisis ekonomi dan politik yang sekarang
ini terjadi diIndonesia. Krisis ini mengajarkan kepada kita betapa
rapuhnya sistem birokrasi publik diIndonesia dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang cepat dalam lingkungannya.Tentunya kegagalan
birokrasi dalam merespons krisis ekonomi dan politik secara baik juga
amat ditentukan oleh bagaimana sistem kekuasaan, akuntabilitas, intensif
dan budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini.
Uraian
diatas menjelaskan bahwa kemempuan pemerintah dan birokrasinya dalam
menyelenggarakan pelayanan publik amat dipengaruhi oleh banyak faktor
yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memahami kinerja
birokrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik, tentu tidak cukup hanya
dengan menganalisisnya dari satu aspek yang sempit, tetapi harus
bersifat menyeluruh dengan memperhatikan semua dimensi persoalan yang
dihadapi oleh birorasi serta keterkaitan sati dengan yang lainnya.
Dengan cara p-andang seperti ini, maka informasi tepat dan lengkap
mengenai kinerja birokrasi dapat diperoleh dan kebijakan reformasi
birokrasi yang holistik dan efektif bisa dirumuskan dengan mudah. Dengan
melaksanakan kebijakan seperti ini, maka diharapkan perbaikan kinerja
birokrasi dalam penyelengaraan pelayanan publik akan bisa segera
dinikmati oleh masyarakat luas.Pusat dan Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar