Pendidikan
merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan
bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang
melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik,
diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses
pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan
ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara
sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang
pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum secara berkelanjutan
disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada
kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat
direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam
dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan riil di lapangan,
proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan
kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak
tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton
dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan
kaku dan didominasi oleh sang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh
banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi
kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada
pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi,
biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk,
mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang
bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi
tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa
tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini,
diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih
menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan
dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang
tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang
optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari
seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai
motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik
Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena
sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai
gotong royong.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.
BAB II PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW
A.Pembelajaran Cooperative Learning
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat
materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model
pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan
perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative Learning
merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan
sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk
di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson,
1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,
interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran
Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan
adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk
sosial.
Cooperative Learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika
salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya
“Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning
tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan
asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan
lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1.Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat
bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok
kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri
agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat
menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa
akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar
yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3.Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning
setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk
membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi
ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
4.Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para
pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena
keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok
juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang
sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5.Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus
bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru
menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997)
adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini
Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif
B. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda
dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana
keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.
Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi
di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
1.Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun
mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa
model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik
dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping
mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2.Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif
adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan
ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3.Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran
kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama
dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh
siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.
C. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas,
dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh
Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat
digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun
berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan
skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab
atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,
1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan
materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
“siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A.,
1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda
dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu
satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk
menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu
kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,
dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan
gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang
terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
- Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
- Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
- Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
- Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
- Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
- Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah
tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran
terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning
diantaranya adalah sebagai berikut :
- Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
- Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
- Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
- Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative
Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
- Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
- Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
- Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
- Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
- Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembelajaran di sekolah yang melibatkan
siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin
terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa
secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan
menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik
pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan
yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Jigsaw merupakan bagian dari
teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan
prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan
untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Sampai saat ini pembelajaran Cooperative
Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan
walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakat.
B.Saran
Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi
cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk
menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan
sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative
Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul
akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan
sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk
belajar dan berpikir.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Bambang
Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar
Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten
Kuningan.
Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.
Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.
Lynne Hill. 2008. Pembelajaran Yang Baik. Bulettin PGRI Kuningan (Edisi ke-23 / Juni 2008).
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar