Kendati keterangan dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja Mafia Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat menyudutkan calon anggota legislatif, Dewie Yasin Limpo, Partai Hari Nurani Rakyat tetap membelanya.
Ketua Umum Partai Hari Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto di Jakarta (sabtu 9/7), mengatakan keherannannya sebab Dewie yang tidak diuntungkan dan tidak mendapatkan kursi di DPR justru menjadi obyek kecurigaan dalam kasus pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi (MK). Semestinya justru kursi DPR dikembalikan ke Partai Hanura.
Dalam rapat dengar pendapat, kata anggota Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Budiman Sudjatmiko, surat dari panitera MK nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 yang dinyatakan palsu muncul setelah ada permintaan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Surat permintaan itu dibuat Sugiharto, staf Andi Nurpati-(mantan) komisioner KPU-atas perintah Andi. Surat juga dikirimkan dari mesin faxsimile di ruangan Andi ke nomor yang diberikan. Surat itu dikirimkan pada 14 Agustus.
Menurut mantan hakim MK, Arsyad Sanusi pada 28 Juni dalam rapat panja, dia mengenal keluarga Dewie sejak kecil. Ia juga sering bermain golf dengan kakak Dewie, Syahrul Yasin Limpo yang kini Gubernur Sulawesi Selatan. Ia juga membenarkan, Dewie datang ke Apartemennya, dan saat itu juga datang (bekas) juru panggil MK Hasan Masyhuri yang mengaku datang atas permintaan anak Arsyad, Neshawati. Hasan juga menyerahkan berkas salinan surat jawaban panitera MK untuk KPU kepada Arsyad (kompas, 30/6).
Surat jawaban MK yang sebenarnya, tertanggal 17 Agustus 2009, dikirimkan langsung kepada Andi dan diserahkan melalui sopirnya Aryo. Surat ini, menurut keterangan staf Andi, disimpan di arsip Andi. Karenanya, KPU memutuskan penambahan suara kepada partai Hanura dan menetapkan Dewie sebagai calon anggota legislatif terpilih pada pleno 2 September 2009. Keputusan ini baru diketahui berdasarkan surat palsu ketika tiba surat klarifikasi MK tertanggal 11 September 2011.
Surat MK yang diduga palsu, terkai perolehan suara Pemilu Anggota DPR 2009 dari Daerah Pemilihan Sulsel I, juga hanya berupa fotokopi faxsimile. Hal itu diakui Sekretaris Jenderal KPU Suripto Bambang Setiadi dalam rapat dengar pendapat dengan Panja Mafia Pemilu, pekan lalu. Setjen tak pernah mendapatkan surat asli.
Bambang juga mengakui, yang bertanggung jawab dalam perhitungan suara adalah Devisi Teknis, yaitu Andi Nurpati.
Menurut mantan Kepala Biro Hukum KPU WS Santoso dan Wakil Kepada Biro Hukum Sigit Joyowardono, mereka menerima surat asli pada Juli 2010 saat Andi pamit meninggalkan KPU. Ia menjadi ketua Komunikasi Publik Partai Demokrat.
Semua Kecurangan
Kendati membela Dewie, Wiranto berharap semua kecurangan dalam pemilu 2009 dibongkar. "Suara rakyat jangan diselewengkan. Masih banyak kasus serupa yang menimpa kader lain," ujarnya.
Wiranto juga menduga ada kecurangan dalam Pemilu Presiden 2009. Itu dirasakan mulai dari kerancuan daftar pemilih tetap. Sayangnya, Teknologi Informasi KPU tidak tertembus. (Sumber : kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar